Muara Teweh (Dayak News) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Barito Utara (Barut) mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) guna menindaklanjuti keluhan yang diajukan oleh warga terkait pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh beberapa perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di wilayah Kecamatan Lahei dan Lahei Barat. Rapat tersebut digelar di gedung DPRD setempat pada Selasa, 16 Mei 2023.
Ketua Komisi III DPRD, H Tajeri, memimpin RDP tersebut. Hadir dalam rapat tersebut Asisten Setda bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat, Eveready Noor, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Ir Inriaty Karawaheni, Camat Lahei Barat, Adi Suwarman, Camat Lahei, Anwar Sadat, serta empat Kepala Desa di Lahei Barat dan Lahei.
Di pihak perusahaan, hadir perwakilan dari PT Tamtama Perkasa, PT KTC, PT Barito Putra, PT Barito Pasifik, PT Arsy Nusantara, PT Permata Indah Sinergi, PT Hilcon, PT Victor Dua Tiga Mega, dan CV LBS.
Kepala Desa Benao Hilir di Kecamatan Lahei Barat, Astronot, menyampaikan bahwa terdapat dampak pencemaran lingkungan akibat aktivitas pertambangan batu bara di daerahnya. “Selain pencemaran lingkungan, warga masyarakat di desa juga menghadapi permasalahan ketidaksetaraan dalam tenaga kerja lokal di perusahaan-perusahaan di daerah tersebut,” ujar Astronot.
Kepala Desa Muara Pari di Kecamatan Lahei, Mukti Ali, melaporkan bahwa Pemdes Muara Pari telah menerima laporan dari warga terkait pencemaran yang dilakukan oleh salah satu perusahaan tambang batu bara, yaitu PT Tamtama Perkasa.
Kades Muara Pari, Mukti Ali, menyatakan kesiapannya untuk membuktikan adanya pencemaran lingkungan oleh perusahaan di wilayahnya. “Kami siap membuktikan bahwa pencemaran lingkungan terjadi di desa kami,” ungkapnya.
Merespon pernyataan tersebut, perwakilan dari PT Tamtama Perkasa, Widiarsono, mengungkapkan bahwa perusahaan telah mengaktifkan lima kolam penampungan limbah, dan setiap bulan ada pelaporan terkait hal ini. Namun, menurutnya, masalah pencemaran yang diangkat oleh warga masih dianggap normal dalam kenyataannya.
Terkait dengan tenaga kerja lokal, Widiarsono menyatakan bahwa sekitar 70 persen dari tenaga kerja perusahaan berasal dari wilayah lokal. Namun, dia menegaskan bahwa tidak semua desa di sekitar wilayah operasional perusahaan bisa mengakomodir rekrutmen tenaga kerja lokal.
Usai mendengarkan paparan dari berbagai pihak dan diskusi selama hampir empat jam, RDP ini menghasilkan empat poin kesimpulan. Pertama, penyelesaian masalah antara perusahaan dan masyarakat sebaiknya dibahas di tingkat desa dengan melibatkan pihak kecamatan.
Kedua, Komisi III DPRD Kabupaten Barito Utara akan melakukan pengecekan lapangan terkait laporan masyarakat tentang pencemaran lingkungan.
Ketiga, semua perusahaan yang beroperasi di wilayah Kecamatan Lahei dan Lahei Barat harus memerhatikan penerimaan tenaga kerja lokal, terutama dalam bidang keahlian.
Terakhir, pihak pelapor diberi izin untuk membawa masalah ini ke jalur hukum. Hal ini diumumkan oleh H Tajeri saat membacakan kesimpulan dari RDP tersebut. (ist)