Kuala Kurun,2/10/2020 (Dayak News). Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Gunung Mas (Gumas) Muhamad Rusdi didampingi Waka Polres Gumas Kompol Theodorus Priyo Santosa, S.I.K, Perwira Penghubung Kabupaten Gumas Kodim 1016/ Plk Kapten Muhamad Ayyub dalam rangka mengikuti kegiatan Rakor Analisis dan Evaluasi (Anev) pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020, rakor melalui Video Conference Virtual Zoom dari Ruang Rapat lantai 1 Kantor Bupati, Jumat pagi (2/10/2020).
Kegiatan berlangsung lancar dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Polhukam Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P, didampingi Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN, Kepala BNPB selaku Kasatgas Covid-19, dengan Gubernur Walikota, yang melaksanakan Pilkada serentak tahun 2020.
Dalam sambutan Menteri Koordinator Bidang Polhukam Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang seluruh kegiatan yang menimbulkan kerumunan massa lebih dari 50 orang harus dengan protokol kesehatan, pakai masker, jaga jarak, mencuci tangan dengan sabun serta memakai hand sanitiser kalau di ruangan.
Yang dilarang itu mulai dari konser musik, porseni panen raya, bazar, ulang tahun partai, perlombaan-perlombaan serta yang lainnya. Sanksi atas pelanggaran itu ada teguran pembubaran atau larangan selama berkampanye dijalankan.
Didalam PKPU Nomor 13 Tahun 2020 diatur juga sejumlah sanksi pelanggaran terhadap protokol kesehatan yaitu, teguran oleh Bawaslu dan penerusan proses pidana sesuai dengan peraturan per Undang-undangan dan dasar-dasar hukumnya. Hukum materilnya itu sudah dikeluarkan yang tertuang dalam maklumat Kapolri tanggal 21 September 2020 Nomor 3 Tahun 2020.
Dikatakannya, temuan permasalahan dalam tahapan Pilkada serentak tahun 2020. Yang pertama sejumlah Ormas yang berpengaruh dengan niat baik dan tulus, telah menyalurkan penundaan Pilkada. Kita terima itu sebagai niat yang baik dan niat yang tulus seperti NU, Muhamadiyah, KWI, Mersi, MUI serta yang lainnya.

“Tetapi Pemerintah tetap harus mengambil langkah, karena pendapat itu juga banyak yang lain juga mengusulkan justru harus dilaksanakan Pilkada tanpa menggangu agenda-agenda konstitusional dan ada yang menyarankan begitu, apalagi kemudian kontroversinya ditengah masyarakat juga cukup melimpah dan Pemerintah juga tidak boleh mandek dan mengambil keputusan secara konstitusional dan Institusional bahwa Pilkada tidak ditunda tetapi dengan tetap mengutamakan Protokol Kesehatan,” ucap Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P.
Beliau berharap Polri tetap bersikap tegas tanpa pandang bulu. Pokoknya tegas saja kalau ada pelanggaran yang sifatnya pidana dan menggangu teruskan saja langkahnya.
Beberapa pihak memang menganggap sanksi atas pelanggaran Protokol Kesehatan belum memberi efek jera ada beberapa pihak yang mengatakan begitu, mari kita analisis dalam pertemuan ini. Ada potensi saling lempar tanggung jawab ada sejumlah kelompok yang sampai sekarang masih merekomendasikan penertiban penerbitan Perpu, misalnya masyarakat sipil akademisi, ormas bahwa secara perseorangan ada juga KPU yang menyatakan itu.
Intinya Ormas-ormas yang menunda pilkada itu, menghawatirkan keselamatan rakyat lalu pilihannya minta ditunda. Intinya menyelamatkan rakyat dari serangan Covid-19, bagi kita tidak harus menunda tetapi Protokol Kesehatan yang diperketat itu soal pilihan tapi sama pendapat kita dengan Ormas-ormas itu agar rakyat diselamatkan dari bencana karena Pilkada sumber cluster baru penularan Covid-19.
“Saya berharap optimalkan seluruh kementerian peran lembaga hukum dan intensifkan sosialisasi dan diseminasi informasi pilkada, misalnya kampanye-kampanye pilkada sehat, kenali calon dengan baik, memilih barbasis gagasan program kampanye Protokol Kesehatan mendorong para calon agar perbanyak program-programnya untuk berbicara tentang pemulihan kesehatan atau penjagaan kesehatan melalui kampanye-kampanye,” pungkasnya.(Pr/AI/BBU)