Cilegon (Dayak News) – Kebutuhan untuk warga Kristiani di Kota Cilegon untuk dapat memiliki rumah-rumah ibadah mereka, di dekat tempat tinggal mereka, menerima penolakan dari warga yang mayoritas berbeda keyakinan dengan mereka. Hal ini membuncah menjadi trending topik pada minggu-minggu terakhir. Mengapa di negeri ini, dipertanyakan, untuk menjalankan keyakinan keagamaan warga begitu sulitnya, padahal itu merupakan hak asasi setiap warga masyarakat untuk berkeyakinan dan menjalankan keyakinannya itu tanpa diganggu?
Pada hari Rabu (7/9) Walikota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Walikota Sanuji Pentamarta ikut menandatangani penolakan rencana pendirian Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Maranatha di Cikuasa, Gerem, Kota Cilegon, di depan massa yang mengatasnamakan Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon.
Aksi para pejabat publik tersebut telah nyata-nyata menciderai dan mengkhianati konstitusi Republik Indonesia. Tindakan ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang praktik diskriminatif Pemerintah Kota Cilegon yang tercatat telah menolak 4 kali pengajuan izin Gereja HKBP Maranatha sejak tahun 2006 dan 5 kali menolak pengajuan izin Gereja Baptis Indonesia Cilegon sejak tahun 1995 (YLBHI, 2022).
Perlakuan pemerintah tersebut jelas bertentangan dengan prinsip pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, sebagaimana bunyi Pasal 29 Ayat (2) UUD NKRI yang secara tegas menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Oleh karena itu Jaringan GUSDURian Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut ini:
Pertama, mengecam keras tindakan diskriminatif dan intoleran yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon dan meminta keduanya untuk segera meminta maaf atas tindakannya tersebut, serta mengakhiri praktik diskriminasi terhadap warga dan memberikan perlindungan kepada semua agama sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Kedua, dengan tegas menagih komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menjamin kebebasan warga negara untuk beribadah. Pemerintahan Joko Widodo harus tetap tegas dalam menegakkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sepenuhnya menjamin kemerdekaan beragama.
Ketiga, mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga dan merawat kebinekaan dengan menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan semua warga negara.
Yogyakarta, 9 September 2022
Alissa Wahid
Direktur Jaringan Gusdurian Indonesia
Demikian pernyataan sikap dari Gusdurian yang mengecam sikap intoleransi yang ditunjukkan oleh baik itu warga masyarakat Kota Cilegon dan juga pemerintah daerah setempat. (CPS/istimewa)