Lubuk Pakam (Dayak News)-Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam Sumatera Utara, kembali melanjutkan sidang tanah sengketa antara puluhan warga dengan PTPN-II di Ruang Sidang Utama, Senin 20/9/2021.
Sidang Perkara Perdata Daft Register Nomor 78/Pdt.G/2021/PN.LbP, Terdaftar Tanggal 26 Maret 2021 menghadirkan saksi dari tergugat I (I Gede Hurip), Supriyatno dan Rudi.
Menjawab pertanyaan Majelis Hakim diketuai Rina Lestari Br Sembiring,SH,MH, saksi Supriyatno menjelaskan ketika dirinya masih menjabat Kepala Desa Sei Semayang 2001-2006, I Gede Hurip pernah membeli tanah dari masyarakat Jalan Serasi Pasar 7 Sei Semayang Kec Medan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.
“Pak Gede membeli tanah tersebut sekitar 14 hektare atas dasar SKT Bupati dan SK Camat. Kemudian pak Gede menjual kembali kepada orang lain setelah dikapling-kapling sekaligus diberi tanda batas atau patok. Ketika itu tidak ada pihak lain yang menyanggah.Namun, pada 2018 atau 17 tahun kemudian tanah tersebut diokupasi pihak PTPN II,” jelas saksi.
Selain itu katanya padahal warga yang.membeli tanah itu juga membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Banyak PBB yang masuk atas tanah dibeli oleh ratusan warga.
Saksi Suprayitno menegaskan kembali, semasa menjabat sebagai kepala desa tidak pernah pihak manapun baik PTPN 2 yang mendatangi dirinya atau ke kantor desa untuk melakukan keberatan atas penjualan yang dilakukan I Gede Hurip terhadap tanah perkara baik secara langsung maupun secara tertulis.
Selain itu setahu saksi yang juga warga asli Desa Sei Semayang menerangkan sejak dirinya masih kecil dulu tanah tersebut merupakan sawah. Di sawah ditanami berbgai macam tanaman oleh warga. Bahkan dahalu kondisi tanah itu merupakan lembah.
“Setahu saya juga pihak PTPN sendiri baik itu dari PTPN 9 sekarang menjadi PTPN 2 dari dahulu tidak pernah sama sekali menanami tebu maupun tembakau atau menguasai terhadap tanah tersebut,” ungkap Suprayitno.
Hal senada diungkapkan saksi Rudi. Saksi yang tinggal di Sei.Semayang menyebutkan, pak Gede berani membeli tanah masyarakat di kawasan itu atas dasar SKT Bupati dan SK Camat. Lahan itu kemudian diberi batas dan dijual lagi kepada orang lain.Ada ratusan orang yang membeli tanah dari pak Gede.
Atas pertanyaan hakim kenapa masyarakat sekitar tidak membeli tanah Pak Gede ? Saksi menyebutkan karena menurut mereka tanah Pak Gede lebih mahal dari tanah masyarakat sekitar tanah sengketa.
Di sekitar tanah sengketa yang berdampingan langsung, mereka sudah memiliki surat Hak Milik atau SHM.Artinya kl didaerah tersebut tanah kebun PTP tentu mereka tidak bisa mengurus Surat Hak Milik (SHM)
Dalam sidang tanah sengketa itu, tergugat I Gede Hurip juga mengaku berani ia membeli belasan hektare tanah idari masyarakat Sei Semayang karena ada SKT Bupati dan Surat Camat. Kemudian menjual lagi secara kaplingan akhir tahun 2001. Baru kemudian 2018 PTPN II melakukan okupasi tanah itu.
Sebelumnya saksi Supriyatno dan Rudi juga menjelaskan hal itu atas pertanyaan kuasa hukum warga penggugat, Andi Ardianto,SH, maupun kuasa hukum tergugat II PTPN II, tergugat III BPN dan Notaris.Warga penggugat yang hadir Ir H Hasmi Adami, Feri dan lainnya.
Kuasa hukum 52 warga penggugat, Andi Ardianto, SH kepada awak media menjelaskan pihaknya menggugat, I Gede Hurip, PTPN II, BPN Deli Serdang dan Notaris atas permasalahan tanah yang dibeli oleh para penggugat secara kaplingan dari I Gede Hurip.
Di mana setelah dibeli oleh para penggugat sekitar tahun 2001, namun di tahun 2018 oleh PTPN II mengklaim jika tanah tersebut termasuk ke dalam areal HGU Nomor 90 dengan melakukan okupasi atau membludozer terhadap tanaman penggugat.
“Kami selaku kuasa hukum penggugat sangat menyayangkan atas tindakan PTPN II tersebut menjadi timbul pertanyaan dari kami kenapa baru di tahun 2018 atau setelah 17 tahun PTPN II melakukan okupasi,” ujar Andi.
Andi mengatakan secara fakta juga telah terbukti sebagaimana keterangan kuasa hukum PTPN 2 jika PTPN 2 baru tahun 2018 menguasai dan mengusahai objek perkara dengan menanami tanaman tebu.
“Jadi menurut saya selaku kuasa hukum 52 warga masyarakat jelas jika tanah yang menjadi objek perkara aquo sebelumnya merupakan tanah warga perorangan dan bukan milik PTPN2 sebagaimana yg telah terungkap dipersidangan baik dari bukti-bukti yang diajukan maupun dari saksi-saksi yang telah diajukan,” katanya.(BA/Den)