Dayak News – Setiap negara memiliki strategi jitu dalam meningkatkan kualitas tim-tim nasionalnya. Secara khusus dalam dunia sepakbola hal itu sangat mungkin terjadi, salah satunya dengan naturalisasi.
Naturalisasi adalah perpindahan kewarga-negaraan seseorang yang memiliki silsilah biologis berasal dari negara asal leluhurnya. Hal itu diatur melalui statuta Federasi Sepakbola Dunia FIFA.

Seorang pemain sepakbola profesional dapat mengajukan diri pindah warga negara, jika memang memiliki riwayat salah seorang dari kedua orang tua atau kakek-neneknya adalah warga negara yang ingin dibelanya.
Demikian pula syarat berpindah warga negara itu, sang pengaju itu tidak pernah membela tim nasional negara asalnya di level senior. Juga tidak pernah sebelumnya tampil membela tim nasional senior negara asal di turnamen resmi FIFA dan asosiasi benua asal orang itu.
Sehingga tim nasional senior negara kita, melalui pendekatan terhadap sejumlah pemain bola muda berbakat di negeri Belanda, mulus melakukan sejumlah naturalisasi. Itu karena mereka yang sudah resmi pindah warga negara menjadi warga negara Indonesia (WNI) itu memang memiliki darah turunan Indonesia. Mereka tidak pernah bermain bola untuk negara asalnya Belanda, Inggris atau Italia di level senior.
FIFA telah meneliti berkas permohonan dan sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan.
Asosiasi Sepakbola Malaysia (FAM) yang ingin meniru resep sukses dari PSSI Indonesia, setelah lolos putaran 4 kualifikasi Asia ke Piala Dunia 2026, dengan juga melakukan sejumlah naturalisasi. Hanya saja, kekayaan stok bakal pemain bola yang memiliki silsilah biologis tidak sebesar Indonesia. Mereka melakukan naturalisasi tanpa memperhatikan aturan resmi yang berlaku.
Banyak bakat pesepakbola dari ranah Amerika Latin yang diajak pindah warga negara menjadi warga negara Malaysia. Padahal tidak ada silsilah hubungan biologis leluhur mereka dengan Malaysia.
Hal ini dipertanyakan oleh negara-negara sekawasan dengan Asosiasi FAM itu pada FIFA. Sebab cara seperti itu melanggar aturan.
Bagaimanapun, naturalisasi itu adalah pemberian kesempatan bagi talenta-talenta pemain muda berbakat untuk membela tim nasional negeri leluhurnya. Selama lowongan ada dan lolos tes, maka tidak masalah.
Naturalisasi itu sudah pernah terjadi dalam contoh-contoh kasus pemain nasional Jerman, misalnya Lukas Podolski dan Miroslav Klose dulu. Podolski semula ingin main untuk timnas Polandia tetapi ditolak oleh pelatih. I pun lalu berpindah membela timnas Jerman dan sukses mengantarkan Jerman juara Piala Dunia 2014.
Miroslav Klose pun demikian, pemain tersukses di timnas Jerman ini, juga aslinya asal Polandia. Tetapi hubungan emosionalnya membawa dia membela Jerman dan sukses mempersembahkan gelar juara dunia 2014. Baik Podolski dan Klose adalah orang Silesian Polandia yang memiliki hubungan historis dengan negara Jerman.
Hubungan masa lalu, yang terjadi antara Indonesia dan Belanda, menyisakan deretan kisah kehidupan orang-orang Indo-Belanda. Ada banyak kejadian di mana kaum keturunan dari Nusantara itu akhirnya hidup dan tinggal di negeri Belanda. Tetapi hal itu sangat membuka peluang para pemain muda berbakat keturunan Indo-Belanda untuk turut membela tim Garuda. Mereka juga menjadi bagian dari Indonesia secara biologis dan budaya.
Hal itulah yang dilihat oleh Erick Thohir sebagai arsitek program “alih warga negara” ini guna mengubah dalam waktu singkat marwah dan greget sepakbola nasional kita di kancah internasional.
Pemain sepakbola profesional itu adalah pilihan setiap orang. Gemerlapnya dunia bola ini adalah tujuan impian semua orang juga. Tetapi tetap itu disertai kejujuran juga. Olahraga itu selalu menjunjung sportifitas.
Apa itu bisa dikatakan kesuksesan bak membalik telapak tangan? Jika timnas Jerman melakukannya dan pernah sukses dengannya, mengapa tidak. Itu artinya naturalisasi memang sesuatu yang halal, dan tak mustahil sukses bagi timnas Garuda. (Christian Sidenden, Redaktur Senior Dayak News)