Bersama Melawan Dehumanisasi dan Eksploitasi Lingkungan

oleh -
oleh
Bersama Melawan Dehumanisasi dan Eksploitasi Lingkungan 1
foto istimewa

Oleh : Christian Sidenden (Redaktur Senior Dayak News)

Dayak News – Kunjungan kenegaraan Sri Paus Fransiskus ke Indonesia telah selesai (3-6 September). Ada banyak hal yang menjadi bernas dari kunjungan pemimpin Gereja Katolik sedunia itu. Beliau menegaskan sekali lagi, akan posisi penting Republik Indonesia sebagai negara yang toleran atas perbedaan dan sedang menuju ke taraf negara maju dan modern.

Ketika berada di Istana Merdeka, Rabu saat diterima secara kenegaraan, Paus Fransiskus menyebut Indonesia berbeda dari sebagian besar negara-negara di Eropa yang masih menjujung tinggi nilai-nilai kekeluargaan. Keluarga merupakan suatu komunitas yang paling dekat dengan ibadah keagamaan. Sebab dari keluarga datang nilai-nilai tradisi, hormat-menghormati dan keteladanan. Sedangkan di Eropa, menurut Fransiskus sudah mulai banyak warga yang tak mau lagi membangun kehidupan keluarga. Ini akibat pemahaman individualisme. Bahkan, ia menyebut, di sana sering lebih suka memelihara anjing atau kucing sebagai sahabat dekat di rumah-rumah. Ini beda dengan fenomena di sebagian besar negara-negara Asia, keluarga dan berkeluarga itu masih menjadi pilihan orang untuk bersosialisasi.

Namun selain hal itu, penting pula suatu tawaran yang dibawa oleh sang Paus Fransiskus, yaitu yang termaktub dalam Deklarasi Istiqlal, Kamis semalam, yang diterima oleh komunitas agama-agama di negeri ini.

Deklarasi itu berisikan poin-poin penting antara lain soal upaya menegasi berbagai persoalan dehumanisasi yang sering mengatasnamakan agama-agama. Begitu pula krisis lingkungan akibat pengaruh pola pikir individualistis dan tak mau mengakui integritas alam lingkungan tempat umat manusia ini tinggal.

Dehumanisasi itu adalah tindakan yang tidak menghargai hak hidup tiap orang dan kebebasan manusia. Kekerasan fisik dan verbal (lewat kata-kata) sudah menjadi kebiasaan. Meskipun hal itu buruk tetapi tidak pernah dijadikan tinjauan dari agama-agama sebagai bagian persoalan etik, moral dan ajaran iman. Tentu saja, media sosial menjadi tertuduh di sini, karena tiap hari banyak orang bercuit, berkomentar dan “perang kata-kata” di medsos itu. Hal ini termasuk bentuk kekerasan verbal. Kita tak perlu untuk melakukan kekerasan secara fisik saja (misalnya lewat perang, tindak pidana, atau kekerasan dalam rumah tangga) tetapi bahkan dengan menyebarkan hoaks dan tuduhan, lewat medsos pun sudah dapat dikategorikan kekerasan non-fisik.

BACA JUGA :  Dari Puncak Burj Khalifa: Refleksi Dubai dan Tantangan Indonesia

Dengan naiknya populasi umat manusia 8 miliar jiwa, maka lingkungan hidup semakin sesak dan terbatas memberikan dukungan pada kehidupan makhluk manusia. Untuk itu komitmen mengubah gaya hidup, jadi hemat, green concern, dan sederhana adalah suatu tindakan yang membantu alam lingkungan bisa berkesempatan untuk memperbaharui diri.

Semua hal itu sejalan dengan langkah-langkah pembangunan yang sedang dikerjakan oleh pemerintah saat ini. Pemindahan ibukota negara (IKN) ke Kalimantan Timur dimaksudkan untuk mengurangi beban populasi dan daya dukung lingkungan di Pulau Jawa. Selain itu digalakkannya penggunaan basis energi terbarukan di IKN diharapkan menciptakan iklim kesaling-tergantungan antara manusia dan alam.

Deklarasi Istiqlal itu seharusnya bukan sekedar ditandatangani setelah itu jadi dokumen yang disimpan dalam laci. Melainkan hal itu harus disosialisasikan terus menerus melalui pendidikan keluarga, sekolah-sekolah dan juga ajaran-ajaran keagamaan. Itulah yang penting untuk kita lakukan ke depan ini. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.