Oleh : Christian Sidenden (Redaktur Senior Dayak News)
(Dayak News) – Menarik sekali mengikuti proses Pemilu Presiden AS 2024 kali ini. Sebab untuk kali kedua negara Paman Sam, akan diikuti oleh kandidat perempuan, Kamala Harris dari Partai Demokrat.
Dalam Pemilu 2016 lalu, kandidat Hillary Clinton kalah dari Donald Trump (Partai Republik), yang juga kali ini bertarung lagi.
Sejarah Pemilu AS itu belum pernah ada Presiden Perempuan terpilih. Sekalipun negara pembela demokrasi ini terkenal sebagai negeri pejuang kesetaraan gender.
Dari hasil pengumpulan suara Rabu (6/11) pagi ini waktu Indonesia, sedang di AS masih Selasa (5/11), Trump terlihat unggul di wilayah Pantai Timur dan wilayah Tengah AS.
Keunggulan electoral college sementara menunjukkan Trump masih unggul 188 dari Harris 99. Meskipun suara elektoral dari wilayah Pantai Barat, Alaska dan Hawaii masih belum dihitung semuanya.
Pada Pemilu 2020 sebelumnya, Trump hanya memperoleh 114 electoral college berbanding Joe Biden 164. Sehingga akhirnya Biden dinyatakan menang. Jumlah keseluruhan electoral college di AS adalah 538 dan untuk dinyatakan menang satu kandidat harus mencapai 270 suara elektoral itu, separuh plus satu dari 538.
Isu-isu yang menguat di antara kedua pesaing untuk menduduki kursi presiden negara adidaya ini, antara lain kebijakan politik luar negeri dan ekonomi negeri itu.
Banyak pihak di dalam negeri AS itu menginginkan agar negara superpower itu lebih disegani dalam percaturan politik di kawasan Eropa, Timur Tengah dan Asia Pasifik.
Harris lebih mengetengahkan soft policy yang sudah terlihat sejak menjadi Wakil Presiden Joe Biden. Terutama sekali ketika menghadapi perang atritis Rusia-Ukraina dan Krisis Jalur Gaza.
Sedangkan Trump yang memang selalu tampil “arogan” memang menjadi kekuatan yang disegani baik oleh Rusia, Tiongkok, Korea Utara dan Iran.
Sebagai peringatan, bagi kita di Indonesia, ketika Trump berkuasa, 2016-2020 diberlakukan “ancaman” kena pajak atas produk-produk kebutuhan dibeli dari negeri kita, jika membeli produk-produk alat utama sistem senjata (alutsista) dari Rusia. Ancaman itu disebut Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Itulah sebabnya mengapa akhirnya Indonesia gagal membeli pesawat-pesawat tempur Sukhoi 35 buatan Rusia, yang padahal sudah lama ingin dibeli oleh TNI-AU.
Sanksi jika Indonesia waktu itu nekad membeli armada SU-35 adalah dalam produk kebutuhan yang dibeli AS akan dikenakan pajak berlipat. Sebab Paman Sam tidak mau ada negara-negara netral yang menghidupi ekonomi negara-negara potensial musuhnya seperti Rusia, Iran dan Korea Utara.
Menarik sekali mengikuti proses Pemilu Presiden AS 2024 kali ini. Sebab untuk kali kedua negara Paman Sam, akan diikuti oleh kandidat perempuan, Kamala Harris dari Partai Demokrat.
Dalam Pemilu 2016 lalu, kandidat Hillary Clinton kalah dari Donald Trump (Partai Republik), yang juga kali ini bertarung lagi.
Sejarah Pemilu AS itu belum pernah ada Presiden Perempuan terpilih. Sekalipun negara pembela demokrasi ini terkenal sebagai negeri pejuang kesetaraan gender.
Dari hasil pengumpulan suara Rabu (6/11) pagi ini waktu Indonesia, sedang di AS masih Selasa (5/11), Trump terlihat unggul di wilayah Pantai Timur dan wilayah Tengah AS.
Keunggulan electoral college sementara menunjukkan Trump masih unggul 188 dari Harris 99. Meskipun suara elektoral dari wilayah Pantai Barat, Alaska dan Hawaii masih belum dihitung semuanya.
Pada Pemilu 2020 sebelumnya, Trump hanya memperoleh 114 electoral college berbanding Joe Biden 164. Sehingga akhirnya Biden dinyatakan menang. Jumlah keseluruhan electoral college di AS adalah 538 dan untuk dinyatakan menang satu kandidat harus mencapai 270 suara elektoral itu, separuh plus satu dari 538.
Isu-isu yang menguat di antara kedua pesaing untuk menduduki kursi presiden negara adidaya ini, antara lain kebijakan politik luar negeri dan ekonomi negeri itu.
Banyak pihak di dalam negeri AS itu menginginkan agar negara superpower itu lebih disegani dalam percaturan politik di kawasan Eropa, Timur Tengah dan Asia Pasifik.
Harris lebih mengetengahkan soft policy yang sudah terlihat sejak menjadi Wakil Presiden Joe Biden. Terutama sekali ketika menghadapi perang atritis Rusia-Ukraina dan Krisis Jalur Gaza.
Sedangkan Trump yang memang selalu tampil “arogan” memang menjadi kekuatan yang disegani baik oleh Rusia, Tiongkok, Korea Utara dan Iran.
Sebagai peringatan, bagi kita di Indonesia, ketika Trump berkuasa, 2016-2020 diberlakukan “ancaman” kena pajak atas produk-produk kebutuhan dibeli dari negeri kita, jika membeli produk-produk alat utama sistem senjata (alutsista) dari Rusia. Ancaman itu disebut Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Itulah sebabnya mengapa akhirnya Indonesia gagal membeli pesawat-pesawat tempur Sukhoi 35 buatan Rusia, yang padahal sudah lama ingin dibeli oleh TNI-AU.
Sanksi jika Indonesia waktu itu nekad membeli armada SU-35 adalah dalam produk kebutuhan yang dibeli AS akan dikenakan pajak berlipat. Sebab Paman Sam tidak mau ada negara-negara netral yang menghidupi ekonomi negara-negara potensial musuhnya seperti Rusia, Iran dan Korea Utara.