Oleh : Christian Sidenden, redaktur senior Dayak News online
Dayak News – Dalam seminggu terakhir ramai sekali beranda pembicaraan mengenai persiapan upacara Perayaan Hari Ulang Tahun ke-79 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Ibukota Negara (IKN) Nusantara. Selain itu, juga berita mengejutkan datang dari mundurnya Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto secara tiba-tiba. Apa sebabnya putusan itu diambil oleh sang Ketum, yang secara prestasi justru telah membawa parpol Kuning ini menjadi juara kedua nasional dalam Pemilihan Legislatif 2024 lalu?
Mari sedikit memberikan pemikiran untuk kita bersama atas kedua hal ini. Perayaan Kemerdekaan negeri kita yang sudah berusia 79 tahun merupakan suatu rahmat dan hadiah yang harus dirayakan khusus. Terlebih lagi, karena perayaan itu akan dilakukan bersamaan di dua tempat sekaligus. Dirayakan di IKN Nusantara oleh Presiden RI dan dirayakan tetap di Istana Merdeka di Jakarta oleh Wakil Presiden RI. Hal ini sebagai suatu simbolisasi transisi perpindahan ibukota negara dan pemerintahan yang sebelumnya di DKI Jakarta di pulau Jawa dan yang sekarang akan berpindah ke IKN Nusantara di Kalimantan Timur.
Presiden Joko Widodo dalam suatu pidatonya, menyebutkan bahwa kepindahan kita berpusat pemerintahan ke IKN Nusantara, merupakan pesan sejarah, ideologis dan politis, bahwa kita sudah mampu membangun pusat pemerintahan sendiri. Tidak lagi menempati bangunan-bangunan bekas kekuasaan kolonial Hindia Belanda seperti yang sudah-sudah.
Ia menyebut, bahwa selama hampir 79 tahun, kita masih mewarisi sisa-sisa kolonialisme itu sejak kita merdeka 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, ia terpanggil untuk mewujudkan kemandirian dan kehendak untuk melaksanakan cita-cita kemerdekaan nasional itu termasuk dengan membangun IKN Nusantara ini. Bahwa setelah berkantor beberapa hari di IKN Nusantara, yang masih terus dibangun sementara ini, Presiden Jokowi, menyebut ada energi dan hawa baru bebas dari kolonialisme itu. Hal ini untuk mendorong kita semua untuk terus membangun negara dan bangsa kita lebih jauh lagi, dari ibukota baru yang kita bangun sendiri. Dengan kemampuan dan kepintaran anak-anak bangsa kita sendiri.
Tentu saja, apa yang disampaikan Presiden itu tidak semua orang langsung setuju juga. Masih kerap terdengar suara-suara yang mencibir atau menyangsikan inisiasi dan usaha yang sudah dikerjakan sejauh ini. Ada yang bersuara “terlalu memaksa ,” ada yang bersuara “mewariskan hutang saja,” dan juga suara lainnya lagi “akan mangkrak setelah masa Jokowi selesai.” Suara-suara yang minor ini tidak akan bisa ditiadakan, tentu saja.
Walaupun dari klip-klip video yang bisa kita lihat progres kemajuan pembangunan IKN Nusantara selama dua tahun belakangan, jelas menunjukkan determinasi rezim pemerintahan ini untuk menyelesaikan tahap 1 pembangunan nampak jelas.
Tahap 1 itu merupakan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP). Sedangkan kawasan-kawasan pendukung pemerintahan dan jasa perdagangan akan diteruskan hingga 10-15 tahun ke depan. Itu memang begitu plot rencananya.
Bahkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang menjadi Presiden terpilih RI 2024-2029 juga bertekad untuk meneruskan pembangunan IKN Nusantara ini di masa jabatannya. Ia sudah siap bekerja dan berkantor dari IKN Nusantara setelah dilantik nantinya. Prabowo menyebut bahwa konsern dirinya adalah membangun gedung-gedung untuk Legislatif dan Yudikatif nantinya. Karena pemerintahan sesuai UUD 1945 itu adalah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif tentunya, kata sang Presiden terpilih, saat memberi sambutan dalam Rapat Paripurna Kabinet Indonesia Maju di Istana Presiden IKN Nusantara, Senin 12 Agustus 2024.
Jadi, kita tidak perlu juga terus meragukan niat dan penjadwalan dari pemerintah dalam meneruskan dan menuntaskan pembangunan IKN Nusantara ini. Hal ini tentu suatu program yang sudah direncanakan sebaik mungkin.
Kedua, soal mundurnya Ketum Golkar Airlangga Hartarto. Kenapa ini bisa terjadi tiba-tiba? Seperti yang kita sering alami, di negeri ini, politik itu sangat cair dan bisa berubah dalam ukuran hari atau minggu. Suatu partai politik itu memiliki dinamikanya. Dinamika mana sama saja misalnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bisa menarik dukungan dari Anis Baswedan, calon Gubernur DK Jakarta Raya 2024-2029. Sedangkan biasanya selama ini PKS itu memiliki “keterikatan” psikis ideologis dengan Anis. Tapi itulah politik, bisa berubah dalam perjalanan waktu dengan pertimbangan yang rumit.
Airlangga Hartarto memang sudah berhasil membawa Partai Golkar tetap menjadi pilihan utama masyarakat di negeri ini. Hanya sedikit di bawah pemenang utama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Tetapi kita juga harus bisa melihat adab bahwa seorang Ketum Parpol itu bukan mundur ketika sudah uzur tua atau tidak berprestasi lagi.
Apa yang dilakukan Airlangga Hartarto dengan mundur dari kursi Ketum Golkar ini, bisa jadi adalah suatu pendidikan politik yang baik. Partai Golkar adalah parpol kader, yang memiliki ratusan kader potensial untuk terus memimpin organ-organ partai.
Satu kali menjadi Ketum itu sudah cukup dan biarkan kader yang lain meneruskannya. Ini suatu model baik bagi proses berpolitik melalui jalur partai-partai. Jangan membeku pada suatu pilihan atau posisi seolah-olah itu milik yang harus dipertahankan.
Lagipula Partai Golkar sudah kenyang makan asam garam pengambil-alihan estafet kepemimpinan. Jadi kita tunggu saja proses Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar ke depan. Siapapun pelanjut Airlangga Hartarto adalah kader muda dan energik untuk melanjutkan marwah dan nama besar partai kekaryaan ini. (*)