Oleh: Said Kamal, S.Sos
Setiap perusahaan tentu memiliki sistem manajemen yang berbeda-beda. Namun, alangkah baiknya jika sistem manajemen yang diterapkan mengedepankan prinsip saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Di sinilah pentingnya membangun pola hubungan kerja yang berdasarkan pada prinsip simbiosis mutualisme—yakni hubungan timbal balik yang adil dan seimbang antara perusahaan dan para pekerjanya.
Sayangnya, tidak sedikit perusahaan yang justru menerapkan sistem kerja yang hanya menguntungkan satu pihak saja, yang dalam istilah biologi disebut simbiosis parasitisme. Inilah yang seringkali menjadi akar kerusakan sistem manajemen di dalam perusahaan, yang kemudian berujung pada menurunnya kualitas kerja, menurunnya loyalitas pegawai, bahkan tak jarang menyebabkan perusahaan gulung tikar.
Penting bagi para pemilik dan pengelola perusahaan untuk berpikir jernih sejak awal: sistem seperti apa yang cocok diterapkan, terutama dalam memperlakukan para pegawai, mitra kerja, ataupun aplikator. Karena pada dasarnya, tanpa kehadiran mereka, roda perusahaan tidak akan berjalan dengan baik.
Hal ini berlaku untuk semua jenis perusahaan, baik swasta maupun aplikator berbasis daring—baik yang bergerak menggunakan kendaraan roda dua, tiga, maupun empat. Para pekerja inilah yang menjadi ujung tombak operasional harian. Sudah sepatutnya perusahaan memberikan rasa aman, nyaman, dan perlindungan terhadap hak-hak normatif mereka dan keluarganya.
Perusahaan jangan bersikap egois dalam mengambil keputusan. Jangan otoriter. Jangan menjadikan ancaman sebagai alat kontrol. Misalnya, ancaman pemutusan hubungan kerja di perusahaan swasta atau pengembalian unit kendaraan di perusahaan aplikator. Pendekatan semacam ini hanya akan memicu ketegangan dan mematikan semangat kerja.
Yang dibutuhkan adalah pendekatan profesional dan proporsional. Berikanlah solusi yang adil dan berimbang—win-win solution. Karena kebijakan yang hanya menguntungkan satu pihak pada akhirnya akan menggerus sendi-sendi keadilan dan kesejahteraan. Padahal, menjaga hak normatif pegawai justru akan menghadirkan doa-doa kebaikan dari mereka dan keluarganya. Dan, tidak ada investasi yang lebih kuat daripada restu dan doa orang yang merasa diperlakukan adil.
Perusahaan tidak boleh hanya mengejar profit semata tanpa memperhatikan kondisi pegawai. Apakah mereka belum menikah, baru menikah, memiliki satu anak, atau bahkan memiliki tiga hingga delapan anak—semua itu perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang menyangkut kesejahteraan mereka.
Jika pegawai tidak diberi perlakuan yang adil dan layak, maka permasalahan akan terus muncul, dan bisa berujung pada runtuhnya perusahaan. Jangan merasa aman hanya karena perusahaan saat ini terlihat kuat. Negara adidaya seperti Amerika Serikat saja pernah mengalami krisis besar. Apalagi hanya sebuah perusahaan biasa.
Sebab ketika Tuhan berkehendak, kun fayakun—maka jadilah. Tuhan Maha Adil. Dia akan membalas segala perlakuan yang kita berikan, termasuk kepada para pegawai atau bawahan kita.
Jagalah perusahaan yang telah kita bangun dengan kerja keras. Tempat di mana kita dan banyak orang menggantungkan nafkah. Dan jangan biarkan ego serta kesewenang-wenangan merusak tatanan yang telah kita bangun. Karena doa orang yang terzalimi akan cepat sampai ke hadirat Tuhan. Jangan sampai kebijakan yang tidak adil mengundang murka-Nya, dan menyebabkan kehancuran perusahaan, bahkan mendatangkan ujian bagi keluarga kita sendiri.
Mari kelola perusahaan dengan hati nurani, keadilan, dan semangat saling mendukung. Karena perusahaan yang kuat adalah perusahaan yang mampu membangun hubungan saling menguntungkan—simbiosis mutualisme—antara manajemen dan pekerja. (*)