Ole:. Dr. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns., M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA
Dayak News – Siang ini, langit Banjarbaru terlihat suram, seperti menyimpan berjuta cerita yang tak terungkapkan. Hujan turun dengan lembut, rintiknya menari di atas genteng rumah, memberi nuansa yang tenang dan penuh renungan. Setiap tetesnya bagaikan memori yang jatuh dari langit, seolah membawa kembali kisah lama, dan mengingatkan akan peran kita dalam dunia yang terus berputar ini. Dalam heningnya hujan, saya teringat pada seorang teman—seorang aktivis yang telah lama menjadi pilar perlawanan terhadap HIV/AIDS di Banjarbaru. Adalah Edi Sampana, beliau aktif di Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang tak kenal lelah berjuang untuk mereka yang hidup dengan HIV, dan meski waktu terus berjalan, semangatnya tetap membara, tak pernah surut.
Hari ini adalah 1 Desember, Hari AIDS Dunia—sebuah hari yang mengingatkan kita pada betapa pentingnya perjuangan ini. Bukan hanya untuk mereka yang telah meninggalkan kita, tetapi juga bagi mereka yang terus berjuang dalam diam, yang sehari-harinya berhadapan dengan stigma dan tantangan besar. Sebagai pengingat, saya menulis artikel ini untuk memberikan memori yang tak hanya mengenang, tetapi juga menggerakkan kita semua untuk melakukan lebih banyak. Ini adalah pesan bagi kita yang masih hidup, yang memiliki kesempatan untuk memperbaiki keadaan, untuk tidak hanya peduli, tetapi juga untuk bertindak.
HIV/AIDS di Banjarbaru: Sebuah Perjalanan Panjang
HIV/AIDS di Banjarbaru bukanlah hal baru, namun kenyataannya, masih banyak yang tidak tahu betapa besarnya dampak yang ditimbulkannya. Teman saya di KPA Banjarbaru telah melihat sendiri bagaimana penyakit ini melanda, mengubah hidup mereka yang terinfeksi, dan merenggut mereka yang tak memiliki akses pengobatan yang memadai. Hingga saat ini, lebih dari 600 kasus HIV tercatat di kota ini, dengan 64 kasus baru ditemukan hanya dalam waktu setahun. Angka yang terus meningkat mengingatkan kita bahwa penanggulangan HIV masih jauh dari kata selesai.
Namun, di balik angka-angka itu, ada kisah-kisah manusia yang penuh dengan harapan dan perjuangan. Setiap orang yang datang ke KPA Banjarbaru untuk memeriksakan diri atau untuk mendapatkan pengobatan, mereka membawa serta cerita mereka—cerita tentang ketakutan, tentang stigma, tetapi juga tentang keberanian untuk melawan. Seperti yang selalu ditekankan oleh teman saya, “Kita tak hanya mengobati tubuh mereka, tetapi juga menyembuhkan hati dan pikiran mereka.” Dan memang, dalam perjuangan melawan HIV, yang paling sulit bukan hanya fisik, tetapi penerimaan dari masyarakat dan diri sendiri.
Mengapa Kita Harus Peduli?
Hari AIDS Dunia 2024 ini mengusung tema “Take the Rights Path: My Health, My Right!” Tema ini bukan sekadar sebuah slogan, melainkan panggilan bagi kita semua untuk mengingatkan diri kita bahwa hak atas kesehatan adalah hak dasar setiap individu. Tak peduli siapa mereka, dari mana asalnya, atau apa yang mereka hadapi, hak mereka untuk mendapatkan perawatan yang layak dan pengobatan yang efektif adalah sesuatu yang tak bisa ditawar. Setiap orang yang hidup dengan HIV berhak untuk hidup dengan penuh martabat, berhak untuk mendapatkan perawatan tanpa rasa takut akan diskriminasi.
Teman saya di KPA selalu berbicara tentang bagaimana masyarakat sering kali menghakimi mereka yang terinfeksi HIV, seolah-olah mereka adalah orang yang salah. Padahal, HIV bukanlah hukuman, melainkan sebuah tantangan dalam hidup yang bisa dihadapi dengan pengobatan yang tepat. Tetapi untuk mencapai itu, kita perlu mengubah cara pandang kita terhadap HIV dan mereka yang hidup dengan virus ini. Stigma dan diskriminasi adalah musuh utama dalam perang melawan HIV, dan ini adalah perang yang harus dimenangkan bersama.
Pendidikan dan Kesadaran: Langkah Pertama dalam Mengubah Nasib
Pendidikan menjadi salah satu kunci utama dalam mengatasi penyebaran HIV/AIDS. Tanpa pemahaman yang tepat, kita tak akan pernah bisa mengatasi ketakutan dan salah paham yang berkembang di masyarakat. Masyarakat, terutama di kalangan remaja, sering kali kurang memahami bagaimana HIV bisa menular. Banyak yang masih beranggapan bahwa HIV bisa menular hanya dengan bersentuhan, padahal kenyataannya HIV hanya menular melalui cairan tubuh tertentu, seperti darah, air mani, dan cairan vagina, atau melalui jarum suntik yang tidak steril.
Di Banjarbaru, khususnya di kalangan pelajar, fenomena homoseksualitas dan perilaku berisiko lainnya semakin meningkat. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam edukasi HIV, karena banyak anak muda yang masih kurang mendapatkan informasi yang akurat. Pendidikan seksual yang berbasis pada pemahaman yang benar tentang HIV, bukan hanya tentang cara mencegahnya, tetapi juga tentang sikap menghargai perbedaan, sangat dibutuhkan.
Sekolah dan orang tua memegang peran kunci dalam memberikan pemahaman ini. Mereka harus bisa membuka ruang untuk diskusi yang jujur dan terbuka mengenai seksualitas, HIV, dan cara-cara melindungi diri dari risiko penularan. Seperti yang dikatakan oleh Paechter (2017), pendidikan seks yang inklusif bukan hanya membekali remaja dengan pengetahuan tentang risiko seksual, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai penghormatan terhadap tubuh dan hak asasi orang lain.
Menghapus Stigma dan Diskriminasi: Tantangan Utama dalam Penanggulangan HIV
Pentingnya menghapus stigma yang terkait dengan HIV tak bisa dipandang sebelah mata. Banyak dari mereka yang terinfeksi HIV merasa terisolasi dan terpinggirkan. Mereka takut untuk mencari pengobatan, untuk mengungkapkan kondisi mereka, karena takut dihakimi. Stigma ini bukan hanya datang dari masyarakat luas, tetapi juga sering muncul dalam keluarga, tempat kerja, bahkan rumah sakit. Seperti yang ditekankan oleh Goffman (1963), stigma bukan hanya soal label sosial, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat memandang dan memperlakukan orang-orang yang memiliki “identitas yang ternoda” seperti HIV.
Pada Hari AIDS Dunia ini, kita diingatkan bahwa menghapus stigma adalah bagian integral dari penanggulangan HIV. Kita tidak hanya perlu mendukung mereka yang terinfeksi, tetapi juga memberikan mereka ruang untuk berbicara, untuk merasa diterima, dan untuk mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan tanpa rasa takut. Setiap langkah kita untuk menghapus stigma adalah langkah menuju dunia yang lebih adil dan penuh kasih.
Harapan di Tengah Tantangan
Meskipun perlawanan terhadap HIV/AIDS masih banyak menghadapi tantangan, ada banyak alasan untuk tetap berharap. Ketersediaan pengobatan yang semakin mudah dijangkau, serta upaya pendidikan yang semakin luas, memberikan secercah harapan bagi masa depan. Di Banjarbaru, KPA dan berbagai organisasi lainnya terus bekerja tanpa lelah untuk memastikan bahwa setiap orang, tanpa kecuali, mendapatkan kesempatan untuk hidup sehat dan bermartabat.
Namun, perjuangan ini bukan hanya tugas mereka yang ada di garis depan. Ini adalah tanggung jawab kita semua. Kita yang memiliki pengetahuan, kita yang memiliki kesempatan untuk membuat perubahan. Hari AIDS Dunia 2024 mengingatkan kita bahwa kita bisa melakukan lebih banyak. Kita bisa mulai dari diri kita sendiri untuk menghapus stigma, untuk memberikan dukungan, dan untuk terus berjuang bersama.
Penutup
Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein, “Hidup itu seperti mengendarai sepeda. Agar tetap seimbang, kamu harus terus bergerak.” Begitu juga dalam perjuangan melawan HIV/AIDS. Kita harus terus bergerak, terus melangkah, tidak peduli seberapa berat jalannya. Setiap langkah kecil, setiap tindakan kita, adalah bagian dari perubahan besar yang bisa kita capai bersama. Hari ini, di Hari AIDS Dunia, mari kita teguhkan langkah kita, bukan hanya untuk mereka yang telah pergi, tetapi juga untuk mereka yang masih berjuang. (*)