Oleh : Christian Sidenden (Redaktur Senior Dayak News)
Dayak News – Ide dan khayalan yang bertema zaman Rumawi dan kejayaan Rum sering sekali ditampilkan industri film Hollywood AS.
Saat ini dirilis lagi sekuel dari Gladiator I yaitu Gladiator II, pertengahan November 2024 serentak di Indonesia.
Kisah-kisah kepahlawanan yang berbalut drama keras kehidupan yang dikemas secara kolosal memang mudah meraih animo penonton.
Meskipun begitu yang utama dari sekedar penyajian tontonan adalah pengajaran kesejarahan faktual. Mungkin hal ini yang tidak terlalu dipentingkan dalam pembuatan film-film dewasa ini.
Berbicara Rumawi (realitas politik imperium) dan Rum (orang Rumawi) dulu tidak hanya sekedar mengeksploitasi satu dua masa penguasa tertentu. Sebab Rumawi dan Rum itu terbentang dari 27 sebelum Masehi hingga 1453 Masehi!
Gladiator hanyalah suatu bentuk tontonan publik pada masa imperium itu masih kafir, belum beragama. Saat Emperor Constantine Agung (276-337) menjadikan agama Kristen ditoleransi, perlahan tradisi tontonan kekerasan itu dilarang.
Sebagai ganti untuk hiburan masyarakat adalah Balapan Kereta Kuda (Chariot Race) di Hippodrome ibukota Constantinople. Dari arena perkelahian diubah menjadi arena perlombaan.
Imperium Rumawi sebelah Barat goyah tahun 476 Masehi, oleh digerogoti kaum barbar. Roma lalu memasuki abad-abad suram. Sedangkan Constantinople masih harus melanjutkan eksistensinya menerangi peradaban dunia.
Sayangnya, tema ini yang kurang menarik digarap oleh sineas-sineas Hollywood. Dengan alasan, mungkin saja ingatan sebagian besar publik adalah Rumawi yang perkasa era Julius Caesar dan Augustus Caesar. Sedangkan Constantinople dianggap oleh penulis Romanologi, Edward Gibbon, sebagai periode “dekadensi”.
Akhirnya, di sini yang terlupakan justru Constantinople itu eksis jauh melebihi Roma, yaitu 11 abad jauhnya, hingga rontok di tangan Turki Utsmani (1453). Lalu kekuatan apa yang bisa bertahan sedemikian lama Kekaisaran itu beroperasi?
Tentunya itu bukan hanya dari kekuatan dan keperkasaan para gladiator. Rumawi dan Rum itu tidak hanya menonjolkan segi pedang dan tombak. Ada banyak hal lainnya yang tidak mendapat perhatian untuk mencerdaskan penonton. (*)