Skenario Pencegah Retak di Pilpres 2024

oleh -
oleh
Skenario Pencegah Retak di Pilpres 2024 1
foto ilustrasi (ist)

Oleh : Christian Sidenden (redaktur senior Dayak News)

Dayak News- Banyak pengamat level nasional maupun level tiktok yang memberikan ulasan mengenai skenario Pemilu Presiden 2024 ke depan. Setelah saya perhatikan pengamatan mereka berkutat pada “geger” pecahnya duet Ibu Megawati dan Presiden Jokowi dalam soal pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi pasangan Capres Prabowo Subianto. Koalisi Indonesia Maju tetap keukeuh memajukan nama sang putera kesayangan Jokowi itu sebagai cawapres untuk Prabowo.

Sebagian menganggap bahwa itu memecah kekuatan poros nasionalis dalam Pilpres nanti. Tapi ada juga yang menganggap hal itu sebagai percobaan pelanggengan dinasti Jokowi bagian ketiga.

Salah satu kekhawatiran dari rezim Jokowi adalah memang kelanjutan program-program yang sudah digagasnya selama dua periode menjabat presiden. Karena itulah, untuk menjamin kesinambungan itu maka dipakailah cara pelolosan Gibran untuk berpasangan dengan Prabowo. Ini pertaruhan politik dan penjaminan keberlanjutan rezim, kata lainnya.

Dari dua model pengamatan itu, tidak ada yang melihat apakah ada skenario tersembunyi yang lain dari fenomena ini. Saya justru melihatnya secara berbeda. Sebab jiwa nasionalis Megawati maupun Jokowi itu diyakini tetap mengkilap dan tidak pudar. Adalah aneh jika salah satunya mereka ini justru melunturkan warna nasionalis di bangsa ini. Bagaimanapun, keduanya sudah dengan susah payah membangun karakter berbangsa dan bernegara melalui parpol PDIP puluhan tahun.

Skenario “pecah kongsi” itu bukan baru-baru ini saja dilakukan. Sudah sejak Ketum Partai Nasdem, Surya Paloh ketika mencalonkan Anies Baswedan, sudah terlihat skenario ini. Padahal dulu Nasdem termasuk pendukung utama rezim Jokowi dalam dua kali pemilu sebelumnya. Tetapi sekonyong-konyong Surya Paloh mendorong Anies maju, yang dilihat sebagai antitesa dari rezim Jokowi plus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Pemilu kepala daerah DKI Jakarta tahun 2017 lalu. Apakah Surya Paloh lalu dikatakan sudah bergeser nasionalismenya karena mendukung calon yang kerap diberi label dekat dengan “kelompok kanan fundamental.” Tidak sesederhana itu. Surya Paloh pernah menyebut bahwa justru berbeda pilihan itu sebagai hal yang wajar dan mengapa itu diambil Nasdem sebagai pilihan karena pertimbangan supaya Keindonesiaan ini tetap rekat dan guyub rukun. Jangan lagi ada politik identitas di negeri ini.

BACA JUGA :  Kisah Pelepasan Sandera oleh Pejuang Hamas, Menyentuh Hati dan Meninggalkan Tanda Kemanusiaan

Seperti juga Pilpres 2019 yang lalu yang hanya diikuti dua pasangan Capres, juga telah begitu ketat membelah anak bangsa ini dalam dua kelompok yang sama-sama ngotot beradu mulut dan hingga olok-mengolok baik di ruang nyata maupun di ruang medsos telah menjadi pelajaran penting bahwa memang Pemilu Presiden itu rawan diboncengi dengan pihak-pihak yang suka mengadu domba.

Nah, ketika Pilpres 2024 ini sudah hampir pasti diikuti oleh tiga capres dan pasangannya, maka sedikit banyak hal itu akan mengurangi dampak politisasi head to head yang diberikan label antara “cebong” dan “kampret” yang rawan perpecahan. Saya melihatnya ke situ.

Saya yakin bahwa pencalonan Gibran ini bukan hanya telanjang sebuah politisasi seorang muda yang belum berpengalaman untuk didudukkan pada kursi wakil. Justru saya melihatnya itu adalah skenario mencegah terjadinya pembelahan identitas di negeri ini. Megawati, Surya Paloh, dan Jokowi adalah tokoh-tokoh nasionalis dan tidak akan mudah mereka menjadi selain itu. (*)

Simak berita dan artikel lainnya diĀ Google News

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.