Oleh : Christian Sidenden (Redaktur Senior Dayak News)
Revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara atau UU ASN diharapkan rampung tahun ini. Revisi UU ASN ini untuk menciptakan sistem merit pada ASN yang merata secara nasional.
Salah satunya itu tentang “kepemilikan” dari ASN eselon I dan eselon II itu oleh pusat. Dalam hal ini dimiliki oleh Kementerian Dalam Negeri.
Maksudnya, dikatakan oleh pihak Komisi II DPR-RI, hal ini dimaksudkan dengan adanya sistem merit pada ASN yang bersifat nasional ini artinya rotasi ASN ke depan tidak hanya terbatas di daerah sendiri, tapi bisa dirotasi ke daerah lain.
Mutasi secara nasional bertujuan untuk pemerataan sumber daya manusia. Supaya mereka eselon I dan eselon II ini tidak hanya berkarir di satu daerah saja.
Benarkah landasan revisi UU ASN ini demikian?
Selama ini, ASN terutama yang berpangkat Pembina Utama memang menjadi “obyekan” dari pejabat politis daerah, Gubernur/Bupati/Walikota. Istilahnya dipolitisir untuk kepentingan pejabat politis itu selama menjabat dalam satu periode.
Masalah yang sering jadi persoalan di Kalimantan Tengah itu, contohnya, penempatan pejabat eselon I dan eselon II atau Pembina Utama itu sering “tidak definitif”. Bahkan untuk jangka waktu yang tak tentu. Hal seperti ini berdampak pada kebijakan-kebijakan Organisasi Pemerintahan Daerah (OPD).
Selain itu, masalah profesionalisme dari oknum-oknum ASN berpangkat Pembina Utama itu. Mereka itu dipandang telah menjalani masa pengabdian dan tingkat pembinaan tertentu. Jika mereka itu harus melayani “kepentingan” politis dari para pejabat politis saja, mereka lama-lama bisa tidak profesional.
Ditariknya mereka menjadi milik dari pemerintah pusat, akan bisa mengurangi pengaruh-pengaruh politis itu. Walaupun, di lain pihak, para pejabat politis daerah juga memiliki agenda baginya untuk menyukseskan prioritas program mereka.
Hal ini yang masih harus dibahas lebih jeli lagi. Karena selama ini para eselon I dan II ini adalah oknum-oknum ASN yang lahir di suatu daerah asal mereka. Bagaimanapun, mereka terbina dari bawah di daerah mereka, sehingga sangat mengerti karakter dan tipikal daerah asal mereka.
Ketika mereka suatu waktu digeser ke daerah lain, maka penguasaan karakteristik dan tipikal masalah di daerah baru belum tentu bisa dipahaminya, dalam waktu singkat. Hal ini juga bisa jadi persoalan baru lagi.
Sembari masih dibahas, revisi UU ASN ini memang perlu masukan dari berbagai pihak. Terutama sekali dari pihak swasta pengusaha, yang banyak berurusan dengan birokrasi dan perizinan di daerah. Itu yang perlu digali lebih dalam. (*)