Oleh : Christian Sidenden (Redaktur Senior Dayak News)
Dayak News – Sebagai negara maritim dengan lebih dari 17 ribu pulau, di antara dua benua, Indonesia memiliki posisi strategis dan penuh tantangan.
Bahaya konflik antar negara di Laut China Selatan (LCS) dan juga krisis kekuatan raksana ekonomi, Tiongkok dan Amerika, adalah dua dari tantangan yang ada.
Sebagai stabilisator di kawasan regional Asia Tenggara dan ASEAN, Indonesia juga memainkan peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan, rata-rata di atas 4 persen pada 2023 dan diprediksi 2024. Perekonomian ASEAN mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 5,7 persen pada 2022 yang didorong oleh tingkat konsumsi domestik, perdagangan, dan investasi yang tinggi.
Kestabilan dan pertumbuhan pada sisi ekonomi ini sudah tentu menjadikan Indonesia ditantang untuk menaiki taraf negara dengan tingkat penghasilan penduduk menengah. Dengan pertimbangan bonus demografi yang mana usia produktif dari usia 15 tahun ke atas mencapai 140 juta jiwa. Itu artinya separuh dari 280 juta populasi Indonesia adalah pekerja. Data ini menurut Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2023.

Menteri Pertahanan RI yang juga Presiden terpilih Prabowo Subianto, telah menekankan bahwa pertahanan adalah investasi. Stabilitas pertahanan, perdamaian dan keamanan akan memastikan pembangunan ekonomi berjalan dengan lebih baik.
Itu artinya kebijakan pemerintahan pada masa Joko Widodo telah mengubah orientasi “membeli” alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) dari luar, saat ini diupayakan diadakan oleh industri-industri di dalam negeri. Maksudnya, supaya jauh menghemat sekaligus memberdayakan perekonomian domestik. Hal mana ditulis pada laman kemhan.go.id pada 30 September 2024, oleh Gede Priana Dwipratama, berjudul Pentingnya Sinergitas Kelembagaan Industri Pertahanan dalam Menghadapi Perubahan Paradigma Belanja Pertahanan Menjadi Investasi Pertahanan.
Jika kita melihat struktur belanja alutsista dan alpalhankam Indonesia dari tahun 2019 hingga tahun 2024. Tertinggi nilainya Rp150,43 triliun pada tahun 2022. Saat itu tentunya karena kita membeli 42 unit pesawat tempur generasi ke-5 yaitu Rafale dari Dassault Perancis. Tentunya pesawat-pesawat tempur F-16 Fighting Falcon yang lama sudah harus diganti.
Belanja pertahanan tahun 2019 sebesar Rp108,4 triliun. Tahun 2020 naik Rp131,3 triliun. Kemudian karena dilanda wabah virus Covid-19 belanja tahun 2021 meskipun dianggarkan Rp137 triliun tetapi terjadi pengalihan anggaran untuk penanganan Covid-19. Sedangkan pada tahun 2023 turun Rp134,32 triliun. Sedangkan di tahun 2024 ini belanja pertahanan Rp61,58 triliun.
Langkah ini diwujudkan pemerintah melalui kebijakan Minimum Essential Forces (MEF) yang diterapkan sejak 2010 dengan target penyelesaian pada 2024 ini. Sebagaimana dirilis dalam laporan Berita Satu, 7 Januari 2024, berjudul Ini Fakta Lengkap Anggaran Alutsista Indonesia dari Tahun ke Tahun.
Sejauh ini, MEF TNI dari tiga matra baru menyentuh angka 65,06 persen pada awal 2023. Rinciannya, TNI Angkatan Darat 77,38 persen, TNI Angkatan Laut 66,29 persen, dan TNI Angkatan Udara 51,51 persen. Data dihimpun berdasarkan pemaparan saat Rapat Pimpinan TNI 2023. Begitu disebut oleh mantan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono pada laporan Kompas, 10 Maret 2023. “Minimum Essential Force” 2024: Harapan Panglima TNI Tetap 100 Persen, tapi Terkendala Dana dan Geopolitik.
MEF ini sesuai dengan plot resmi dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk bidang Pertahanan.
Dengan potensi munculnya kerawanan konflik di LCS yang melibatkan Tiongkok, Filipina, Malaysia, dan Vietnam, maka jalur pelayaran internasional di wilayah itu akan terpengaruh. Suka tak suka, Indonesia pun akan terlibat meskipun bukan sebagai pihak yang berkonflik langsung. Melainkan untuk menjaga wilayah zona ekonomi eksklusifnya tidak terganggu.
Setidaknya, TNI AL saat ini memerlukan 12 (duabelas) unit kapal selam yang siap tempur. Sebab dalam berbagai kesempatan, petinggi militer TNI matra laut menyitir keperluan demikian sesuai jumlah pintu masuk kawasan teritorial Indonesia. Saat ini TNI AL baru ready empat unit ditambah dua unit sedang dalam proses pembuatan. Artinya itupun masih sangat kurang dari permintaan MEF dimaksud.
Sedangkan di sisi alutsista kapal permukaan, industri-industri swasta juga dipercaya oleh TNI AL untuk mengadakan kapal perang berjenis Kapal Cepat Rudal (KCR) tipe 40 yaitu yang dikerjakan oleh PT Palindo Marine Batam. KCR 40 ini masuk dalam kelas Clurit.
Begitu pula dengan dua jenis Offshore Patrol Vessel (OPV) 90 meter, dipercayakan pada PT. Daya Radar Utama Lampung. Kapal-kapal itu diberi nomor-nomor lambung dan nama-nama KRI 391 Raja Haji Fisabilillah dan KRI 392 Lukas Rumkorem.
Selain itu dalam periode 2022-2025 Kemenhan juga mengadakan kontrak kerjasama dengan PT. PAL (BUMN) untuk melakukan peremajaan 41 unit kapal perang TNI AL, baik dari jenis-jenis Fast Patrol Boat (FPB) Class, Parchim Class, Corvet Fatahillah Class, PKR Class, KCR Class, Sigma Class hingga MRLF Bung Tomo Class. Seperti dilaporkan oleh Antara, 10 November 2023 berjudul Indonesia Kerja Sama Jerman Modernisasi 41 KRI dan Alih Teknologi.
Memasuki usia TNI ke-79 maka modernisasi struktur, organisasi, dan alutsista itu seiring dengan tumbuh kembang profesionalisme dari para prajurit TNI. Akan sangat sulit TNI menjaga dan mengawal setiap jengkal wilayah NKRI ini tanpa dukungan MEF dan juga kesiagaan tempur. Hal ini masih belum lagi kita telisik tentang model perang baru yang bersifat siber atau hi-tech. Perang hiper-modern yang menggunakan artifisial inteligen dan robotic. Cukup saja dulu kita memenuhi MEF itu. Dirgahayu ke-79 TNI dari rakyat untuk rakyat.