Palangka Raya (Dayak News) – Setelah sekwel yang pertama tahun 2000 dirilis maka Petualangan Sherina 2 kembali hadir di layar perak Indonesia. Dengan disutradarai oleh Riri Riza dan produser Mira Lesmana dan dibintangi oleh Sherina Munaf dan Derby Romeo, film yang mengambil setting lokasi di Kota Palangka Raya dan Kabupaten Katingan ini, membangkitkan lagi kenangan 23 tahun lalu.
Yang menonton film ini bisa saja belum lahir saat Petualangan Sherina 1 dulu. Hal ini salah satu catatan penting yang menjadi masukan buat produser Mira Lesmana.

Dalam konperensi pers dari mereka yang menggagas film ini di Neo Hotel Restaurant, sesudah menonton film ini, disampaikan oleh sang sutradara bahwa pembuatan dimulai pada tahun 2018 lalu. Mengangkat tema tentang kehidupan pelepas-liaran orang utan di alam liar Kalimantan (Tengah). Sherina yang menjadi pemeran utama dikisahkan sudah tumbuh dewasa dan telah bekerja di sebuah stasiun televisi di ibukota yang sibuk dan penuh aktifitas.
Penugasan tiba-tiba dari pimpinan membawa Sherina ke Kalimantan yang sebelumnya tidak pernah dibayangkannya akan mempertemukannya kembali dengan Sadam (Derby Romeo) kawannya dari masa kecilnya dulu, yang keduanya menyimpan kisah cinta diam-diam di antara mereka. Sadam telah menjadi seorang manajer dari suatu organisasi nirlaba yang bergerak dalam penyelamatan dan pelepasan orang utan di Kalimantan.

Film berdurasi 1 jam 30 menit ini dibawa dalam plot mengenai adanya upaya jahat menjadikan orang-orang utan itu hewan peliharaan oleh orang-orang kaya yang sangat dilarang oleh undang-undang.
Begitulah, Sherina dan Sadam akhirnya kembali terlibat dalam suatu petualangan duet. Keduanya saling berintrospeksi tentang sekian waktu terpisah dan berkesempatan untuk menyelamatkan kembali perasaan cinta yang sempat hilang sekian tahun.

Bagaimana dengan pesan film ini sendiri, apakah tersampaikan pada khalayak? Dayak News memuji produser dan kru yang terlibat, mereka telah mencoba mengangkat sisi-sisi dari Kalimantan (Tengah) yang sering luput dari perhatian nasional. Termasuk mengenai keberadaan orang-orang utan sebagai fauna khas yang terus menerus terancam oleh desakan pembangunan di daerah ini. Begitu pula dengan eksplorasi keindahan alam penuh kehijauan dan masih bergantung pada transportasi lewat sungai-sungai dari Kalimantan (Tengah) sudah cukup ditangkap melalui pengambilan gambar.
Seperti diakui oleh sang produser Mira dan sang sutradara Riza bahwa pesan film ini ingin memperlihatkan sisi-sisi dari negeri yang beragam budaya dan adat istiadat ini. Mereka akan terus ditantang untuk mengangkat tema seperti itu dalam film-film berikutnya. (CPS)