TIDAK CUKUP HANYA SEKEDAR MENYAJIKAN ANGKA STATISTIK

oleh -
oleh
TIDAK CUKUP HANYA SEKEDAR MENYAJIKAN ANGKA STATISTIK 1

Palangka Raya (Dayak News) – Benjamin Disraeli mantan Perdana Menteri Inggris (1874-1880), diyakini pernah berkata, ada tiga jenis kebohongan. Pertama, berbohong, lalu kedua kebohongan besar. Terakhir, adalah angka-angka statistik.

Disraeli menjadi pimpinan pemerintah sebuah negara yang sangat diwarnai revolusi industri. Inggris Raya pada akhir abad ke-19 menjadi raksasa ekonomi berkat surplus produksi barang-barang kebutuhan pokok dan sekunder yang membanjiri pasar-pasar Eropa dan Amerika.

Kemakmuran itulah yang meneguhkan kepenguasaan Inggris dalam pasar keuangan dan investasi global di seantero dunia. Singapura, Hongkong dan Mumbay menjadi pos-pos lalu lintas rantai perdagangan antar benua yang menegaskan supremasi Inggris di lautan melalui armada kapal-kapal perang dan dagangnya.

Inggris lalu menjanjikan keuntungan dan membangun sistem pembagian kemakmuran dengan faktor-faktor produksi berupa tanah dan infrastruktur pendukung yang dibangunnya di daerah-daerah jajahannya. Dari sinilah muncul nantinya Persemakmuran Negara-negara Jajahan Inggris hingga kini. Inggris turut bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan dari negeri-negeri jajahannya yang tetap setia dan patuh pada Tahta Inggris.

TIDAK CUKUP HANYA SEKEDAR MENYAJIKAN ANGKA STATISTIK 2

Pemahaman Ekonomi Liberal lalu mengambil model Inggris ini dalam istilah kemakmuran yang dibagi atau diteteskan ke sekitar atau ke bawahnya. Istilah “trickle down effect” – yang menjadi sejenis madzhab pembangunan yang masih dipakai oleh analisis dari ekonom-ekonom dunia.

Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, sebagai lembaga dengan tugas “hitung-hitungan” indeks, rasio, dan nilai, pun masih dominan diwarnai dengan pendekatan teori pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan ini.

Angka-angka yang tidak bisa dibaca dengan betul justru adalah pembohongan. Itulah yang dimaksud oleh pernyataan Disraeli di atas. Angka-angka yang dibuat dari hitung-hitung di atas kertas yang diharapkan akan menjadi realistis dengan stimulasi kebijakan politik yang dipilih oleh penguasa, itu yang jadi harapannya.

Tapi apakah dalam kenyataan memang akan begitu? Bahwa pusat-pusat kemakmuran dan uang itu akan mematuhi hukum membagi atau meneteskan berkat-berkat dan jatah-jatah kue pembangunan itu? Fakta-fakta yang ada justru memperlihatkan bahwa pusat-pusat ekonomi dunia dan regional itulah yang terus menerus menggelembung dan menumpuk kekayaan dan memusatkan penguasaan kekayaan.

TIDAK CUKUP HANYA SEKEDAR MENYAJIKAN ANGKA STATISTIK 3

Negara-negara atau daerah-daerah produksi bukannya makin sejahtera dan ikut menikmati kemakmuran tapi justru menjadi tambah miskin dan menghadapi kerusakan lingkungan yang parah.

Hal inilah yang tidak ada dalam konklusi atau kesimpulan analisa ekonomi liberal dan developmentalisme yang menganut teori persemakmuran itu. Justru wilayah-wilayah penghasil bahan-bahan baku itu dikutuk untuk tidak bisa memperkaya diri mereka sendiri dan harus tergantung kepada pusat-pusat ekonomi dan pengambilan keputusan yang menentukan harga dan pendapatan.

Paling tidak itulah yang menjadi konsern dan perhatian BPS Provinsi Kalteng ketika mengadakan suatu Workshop Wartawan bertema Pers dan Literasi Data Statistik untuk Optimisme Membangun Negeri, di Hotel M Bahalap Jl. RTA Milono, Senin (21/11) pagi hingga petang.

BPS Kalteng mengakui bahwa pihaknya sering gamang berada di pusaran kepentingan-kepentingan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil. Data-data statistik yang dihasilkan oleh kantor BPS setiap bulannya itu dapat dijadikan bahan pengambilan keputusan, bahan evaluasi dan bahkan kritik sosial ekonomi tergantung dari siapa yang menggunakan data-data itu.

Oleh karena itu, BPS pun menyadari bahwa dalam mengkomunikasikan diseminasi data-data statistik itu perlu diterima dan dimaknai dengan tepat oleh para penggunanya.

Eko Marsoro, Kepala BPS Kalteng, dalam sambutannya membuka workshop itu, mengatakan pihaknya membutuhkan peran aktif dunia pers untuk membantu menjelaskan data-data yang eksak itu menjadi konkrit dan mudah dipahami publik. Terlepas bahwa data-data itu digunakan untuk apa, karena tugas BPS memang oleh undang-undang memang hanya sebatas mencatat dan menyajikan laporan berkala perkembangan ekonomi daerah ini.

BACA JUGA :  KABAR DUKA : MANTAN GUBERNUR KEDUA KALTENG REYNOLD SILVANUS BERPULANG

Pada bagian lain, narasumber utama pada acara ini, Agoeng Wijaya dari Tempo Jakarta, menyampaikan pada sesi nya bahwa wartawan itu bukanlah sekedar meneruskan begitu saja data-data laporan BPS tetapi wajib untuk menyoroti pula problem “kebutaan” membaca data-data itu untuk dibahasakan lebih mudah dan dapat dimengerti oleh masyarakat secara umum. (CPS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.