BAWASLU PATROLI PENGAWASAN

oleh -
oleh

Palangka Raya, Dayak News.

Memasuki masa tenang dan pembersihan alat peraga kampaye pada Pilkada 2018, tanggal 24 sampai 26 Juni 2018 di 10 Kabupaten dan satu Kota melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kalimantan Tengah (Kalteng), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Tengah (Kalteng) memaksimalkan fungsi-fungsi pengawasan.

Salah satu cara melalui patroli pengawasan. “Tujuan utama dari pelaksanaan patroli pengawasan membunyikan “alarm” atas kesiapan pengawas dalam melakukan pencegahan terhadap potensi pelanggaran selama masa tenang”, kata Ketua Bawaslu Kalteng, Satriadi dalam siaran pers diterima Dayak News Online, Kamis (21/6/2018).

Dikatakan, kegiatan patroli, sebagaimana alarm, dimaksudkan agar keberadaan dan fungsi pengawasan bisa didengar oleh semua pihak, membangunkan dan mengingatkan siapapun untuk berlaku bersih dalam pemilihan, terutama masing-masing Paslon, tim sukses, dan relawan yang akan berkompetisi pada Pilkada serentak 27 Juni 2018.

Kegiatan ini dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 24 sampai 26 Juni 2018, khusus untuk Kalteng dilakukan patroli di 11 Kabupaten/Kota yang melaksanakan Pilkada.

Dalam melakukan patroli pengawasan ini, setidaknya ada sekitar 5.500 orang personel yang akan bergerak dan tersebar di 11 kabupaten/Kota yang akan memastikan tidak ada pihak-pihak yang akan melakukan pelanggaran dalam pelaksanaaan Pilkada serentak 2018.

Fokus utama dalam pengawasan, memastikan tidak ada lagi alat peraga kampanye (APK) yang masih terpasang, dalam artian semua harus sudah dibersihkan pada tanggal 23 Juni pukul 24.00 WIB.

Disamping memastikan tidak adanya APK yang masih terpasang, hal lain yang menjadi pengawasan kemungkinan pelanggaran terkait money politik (politik uang) dan kampanye dimasa tenang.

Mengenai politik uang kata Satriadi, adanya larangan baik bagi sipemberi (Paslon) maupun sepenerima sebagaimana diatur pada pasal 73 ayat (1), (2), (3), dan (4) didalam UU No.10 tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU No.1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang.

Sanksinya bisa sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi, juga ada sanksi Pidana Penjara paling singkat 12 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp12 juta, paling banyak Rp72 juta.

“Untuk itu kami selalu mengingatkan kepada pasangan calon dan termasuk juga tim sukses dan relawannya, untuk jangan coba-coba melakukan pelanggaran, karena sangat banyak pihak yang akan mengawasi,” pungkas Satriadi. (Dayak News/PR/BBU).