INI PENYEBAB BANJIR DI KALSEL VERSI KLHK

oleh -
oleh
INI PENYEBAB BANJIR DI KALSEL VERSI KLHK 1

Jakarta, 20/1/2021 (Dayak News). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyimpulkan penyebab banjir di sejumlah wilayah di Kalimantan Selatan (Kalsel) sepekan terakhir ini bukan hanya akibat penurunan luasan hutan.

Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai KLHK Saparis Soedarjanto, menyebut, menurut analisa pihaknya banjir besar kali ini disebabkan oleh berbagai faktor.

“Banjir di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah terjadi karena faktor lokasi, bentuk daratan, curah hujan, dan aktivitas sekitar,” sebut Saparis dalam konferensi pers secara virtual, kemarin (20/1/2021).

Dijelaskannya, kedua wilayah kabupaten yang mengalami banjur terparah itu berada pada pertemuan dua anak sungai, sehingga akumulasi air yang berkumpul di sana besar. Kedua anak sungai bertemu di lereng kaki dan tekuk lereng.

Kondisi ini diperparah dengan curah hujan yang sangat besar dan berdurasi lama. Kemudian, lereng pada hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) menerima volume air besar dengan waktu konsentrasi cepat.

Dengan kombinasi pertanian lahan kering campur di bagian hulu dan tambang dengan lereng yang curam, serta kegiatan pertambangan di lereng tengah akhirnya menyebabkan sedimentasi di alur sungai yang berujung banjir.

“Kami sudah lakukan upaya rehabilitasi juga. Kalau kita lihat (kawasan hutan) yang kritis ini kan enggak kritis-kritis amat sebetulnya. Sehingga kita bisa simpulkan, hujan adalah faktor utama yang menyebabkan banjir. Tinggi sekali hujannya,” urai Saparis.

Di kesempatan yang sama, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan KLHK Belinda A Margono, mengakui terjadi penurunan luas tutupan hutan secara massif di Kalimantan dalam kurun waktu 1990-2000 dan 2006-2009.

Dijelaskan Belinda, pada 1990 luas tutupan hutan mencapai lebih dari 35 juta hektare. Pada 2019, jumlahnya menyusut menjadi sekitar 25 juta hektare. Proporsi kawasan hutan dan non-hutan saat ini hampir sebanding.

BACA JUGA :  WARTAWAN JANGAN ABAIKAN KECEPATAN INTERNET

“Kita jelaskan Kalimantan. Grafik besar itu yang hijau kondisi hutan. Memang hutan ada yang naik karena biasanya ada hutan tanaman,” sebutnya sambil menunjukkan peta tutupan hutan Kalimantan pada 1990 hingga 2019.

Penjelasan demikian dikatakan Belinda merespons gambar peta proyeksi deforestasi di Pulau Kalimantan yang ramai dibagikan masyarakat melalui media sosial.

“Yang muncul beberapa waktu lalu di berbagai media, saya tidak tahu sumber dari mana dan penjelasan data itu dibuat pendekatan seperti apa, metodologi seperti apa,” tuturnya.

“Ini kami jelaskan adalah hasil pemantauan. Jadi tidak ada gunakan model atau estimasi, jadi ini riil. Dan dengan menggunakan data riil, kondisi yang ada, untuk Pulau Kalimantan, tidak seperti di medsos,” lanjutnya.

Banjir yang menggenang wilayah Kalsel hingga saat ini memunculkan perdebatan di kalangan aktivis lingkungan dan masyarakat. Mereka menduga deforestasi Kalimantan jadi penyebab utama.

Sebagai informasi, peta hutan Kalimantan yang beredar di media sosial adalah proyeksi deforestasi yang diungkap PEACE (Pelangi Energi Abadi Citra Enviro) pada 2007 dalam studi berjudul “Indonesia and Climate Change: Current Status and Policies”.

Studi memprediksi angka deforestasi di Kalimantan bisa mencapai 2 juta per tahun. Mengacu pada data KLHK, deforestasi tahun 2018-2019 tercatat seluas 462,4 ribu hektare (netto), tahun 2017-2018 seluas 439,4 ribu hektare, tahun 2016-2017 seluas 479 ribu hektare dan 2015-2016 seluas 630 ribu hektare. (sar/ist)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.