Dayak News– Even akbar turnamen sepakbola dunia, akan dengan resmi dibuka dan dimulai malam ini, Minggu (20/11) waktu Indonesia di Qatar. Kemeriahan pesta bangsa-bangsa menikmati laga-laga bergengsi dari 32 negara peserta akan mewarnai hari-hari kita selama hampir satu bulan lamanya hingga 18 Desember 2022 nanti.
Berbeda dari kebiasaan bahwa putaran final Piala Dunia, yang biasanya digelar pada pertengahan tahun, antara bulan-bulan Juni-Agustus, maka Edisi Qatar 2022 ini digelar di penghujung tahun. Hal ini mengubah kebiasaan dan juga mengakibatkan jadwal kompetisi di setiap negara anggota Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) juga ikut terkena imbasnya.
Sudah menjadi kebiasaan di setiap negara maka liga-liga profesional itu bergulir mengikuti satu tahun kompetisi yang diawali di bulan Agustus-September dan berakhir di bulan Mei-Juni setiap tahun. Jadi pada tahun-tahun even Piala Dunia, tiap empat tahun itu, tidak ada benturan jadwal. Bagaimanapun para pemain bola yang terlibat adalah yang sekaligus juga pemain-pemain bola yang turut membela nama negara mereka dalam pra-kualifikasi Piala Dunia itu. Sedangkan di antara dua Piala Dunia, masih kemungkinan negara-negara anggota FIFA ikut terlibat dalam turnamen asosiasi sepakbola regional atau di tingkat benua pula. Bisa dibayangkan betapa padatnya jadwal pertandingan yang harus diikuti.
Kompetisi memang diperlukan untuk mengasah karir dan skill para pemain. Hanya saja pada titik kepadatan jadwal maupun intensitas turnamen tidak bisa dipungkiri bisa berefek pula pada kondisi kelelahan dan stamina dari para pemain. Dua hal yang sangat penting yang bertabrakan jika tidak diatur dengan sebaik-baiknya.
Qatar yang dipilih sebagai tuan rumah pada tahun 2018 lalu, memang semula dijadwalkan tetap pada pertengahan yg tahun. Tetapi dalam perkembangannya, dimundurkan menjadi di penghujung tahun karena faktor iklim cuaca yang ekstrim khas Timur Tengah. Panitia dan FIFA mempertimbangkan situasi dan kondisi tim-tim yang mengikuti putaran final ini sedapat mungkin tidak terpengaruh oleh cuaca panas di atas normal yang dikhawatirkan akan berimbas pada performa setiap tim yang berlaga. Akibatnya dimundurkanlah jadwal ke akhir tahun, di mana iklim Qatar sudah relatif mirip dengan cuaca sebagian besar tim peserta.
Hal inilah yang menuai protes dan kecaman dari beberapa pihak seperti dari manajer pelatih Jerman Hansi Flick dan juga dari manajer pelatih Inggris Gareth Southgate. Flick lebih melihat Qatar terlalu diforsir untuk lebih cepat siap dengan infrastruktur turnamen. Jika niat untuk mengembangkan sepakbola di Timur Tengah, Flick tidak melihat alasan menunjuk Qatar sebagai tuan rumah itu tepat.
Southgate berbeda, karena yang disorotnya adalah mengemas sebuah tim nasional dengan 26 pemain sebagai “kado spesial” – justru menjadi persoalan baru, karena ia dan banyak rekan manajer pelatih lain, akan ekstra keras menyiapkan dua setengah tim sepakbola. Selama ini FIFA hanya mengizinkan satu tim berisi 23 pemain ( biasanya 3 kiper, 7 pemain bertahan, 7 pemain tengah, dan 6 pemain menyerang). Dengan stimulasi menambah lagi 3 pemain tambahan justru membawa kesulitan manajer pelatih untuk menemukan rangkaian kombinasi pemain.
Itu secara sosio-kultural dan teknis tapi Piala Dunia Qatar juga didera berbagai tuduhan tidak sedap karena membayar gaji pekerja infrastruktur dan stadion untuk perhelatan dengan standar yang rendah. Dengan kata lain, Qatar dan FIFA hanya memikirkan gengsi dan uang pemasukan belaka. Masalah isu hak-hak asasi manusia tidak digubris.
Tapi semua kecaman dan kritik tidak membatalkan apa yang sudah diputuskan dan disepakati bersama. Upacara pembukaan tetap digelar dan kick off laga pembuka Qatar versus Ekuador tetap akan berlangsung seperti sudah diumumkan. Kita lihat saja seberapa sukses even empat tahunan ini hingga sebulan ke depan. Selamat menikmati tontonan sepakbola bermutu. (Christian Paulus Sidenden, wartawan redaktur pada media Dayak News online)