Memanfaatkan Budidaya Lele Melalui Akuaponik sebagai Produk Pertanian yang Berkelanjutan di Kalimantan Selatan

oleh -
oleh
Memanfaatkan Budidaya Lele Melalui Akuaponik sebagai Produk Pertanian yang Berkelanjutan di Kalimantan Selatan 1

Oleh. Hj. Nurhikmah, S.ST., M.Kes., FISQua

Dayak News – Dalam era modern yang semakin menuntut efisiensi dan keberlanjutan dalam setiap aspek kehidupan, sektor pertanian tidak terkecuali. Salah satu inovasi yang menonjol dalam bidang ini adalah akuaponik, sebuah sistem yang menggabungkan budidaya ikan dan tanaman dalam satu kesatuan yang saling menguntungkan. Budidaya lele melalui akuaponik telah muncul sebagai solusi cerdas dan efektif untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat sambil menjaga kelestarian lingkungan, terutama di wilayah Kalimantan Selatan.

Keunggulan Budidaya Lele dalam Sistem Akuaponik
Akuaponik melibatkan integrasi antara akuakultur (budidaya ikan) dan hidroponik (budidaya tanaman tanpa tanah). Dalam sistem ini, limbah yang dihasilkan oleh ikan diubah oleh bakteri menjadi nutrisi yang dapat diserap oleh tanaman, sementara tanaman membantu menyaring air yang digunakan kembali oleh ikan. Proses ini menciptakan siklus tertutup yang efisien dan berkelanjutan.

Lele (Clarias spp.) menjadi pilihan yang sangat baik untuk sistem akuaponik karena berbagai alasan. Pertama, lele adalah ikan yang sangat tahan banting terhadap variasi suhu dan kualitas air. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Brooke (2023), lele dapat hidup dalam rentang suhu 65°F hingga 90°F, menjadikannya pilihan ideal untuk berbagai kondisi iklim di Kalimantan Selatan. Selain itu, lele memiliki sifat tidak teritorial, yang mengurangi risiko perkelahian dalam tangki dan membuatnya lebih mudah dikelola.

Kepadatan penebaran lele juga relatif fleksibel, dengan rekomendasi satu pon ikan per delapan galon air untuk mengurangi stres dan memastikan ketersediaan oksigen yang cukup (Brooke, 2023). Dalam konteks ini, penting untuk memastikan bahwa sistem akuaponik dilengkapi dengan aerasi dan filtrasi yang memadai untuk menjaga kesehatan ikan dan tanaman.

Pemberian Makan dan Kesehatan Lele
Pemberian makan lele dalam sistem akuaponik harus dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan keseimbangan nutrisi. Brooke (2023) menyarankan pemberian pakan sebanyak 2,5% dari berat badan ikan per hari. Selain pakan pelet yang dirancang khusus untuk lele, mereka juga dapat diberi makan cacing, serangga, dan tanaman akuaponik seperti duckweed, yang membantu menjaga diet yang seimbang dan sehat.

BACA JUGA :  Meningkatkan Kualitas Hidup Melalui Kegiatan Posyandu

Penanganan lele juga memerlukan perhatian khusus karena kulit mereka yang tidak bersisik dan sensitif. Penggunaan jaring silikon disarankan untuk memindahkan ikan guna menghindari luka dan stres. Sistem akuaponik yang dirancang dengan baik akan mendukung pertumbuhan optimal baik ikan maupun tanaman, memberikan hasil maksimal bagi petani.

Peran Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Akuaponik di Kalimantan Selatan
Penyuluh pertanian memainkan peran penting dalam pengembangan dan penyebaran teknologi akuaponik di Kalimantan Selatan. Sebagai agen perubahan, mereka bertanggung jawab untuk memberikan informasi, pelatihan, dan dukungan teknis kepada petani. Dalam hal akuaponik, penyuluh pertanian dapat membantu petani memahami prinsip dasar sistem ini, memberikan panduan praktis dalam desain dan manajemen sistem, serta memfasilitasi akses ke sumber daya dan pasar.

Menurut teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh Everett Rogers (2003), adopsi teknologi baru seperti akuaponik memerlukan proses komunikasi yang efektif antara inovator dan pengguna potensial. Penyuluh pertanian berperan sebagai mediator yang menjembatani kesenjangan informasi dan memfasilitasi proses adopsi melalui demonstrasi, pelatihan, dan konsultasi. Dengan demikian, penyuluh pertanian dapat membantu mempercepat adopsi akuaponik dan memastikan keberhasilan implementasinya di lapangan.

Keberlanjutan dan Implikasi Lingkungan di Kalimantan Selatan
Akuaponik menawarkan sejumlah manfaat lingkungan yang signifikan bagi Kalimantan Selatan. Dengan memanfaatkan limbah ikan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman, sistem ini mengurangi penggunaan pupuk kimia yang dapat mencemari tanah dan air. Selain itu, akuaponik mengurangi penggunaan air hingga 90% dibandingkan dengan pertanian konvensional, menjadikannya solusi ideal untuk daerah dengan keterbatasan sumber daya air (Rakocy et al., 2006).

Dalam jangka panjang, akuaponik dapat membantu mengurangi jejak karbon sektor pertanian. Dengan memproduksi ikan dan tanaman dalam satu sistem terpadu, petani dapat mengurangi kebutuhan transportasi dan distribusi, yang pada gilirannya mengurangi emisi gas rumah kaca. Akuaponik juga mendukung keberlanjutan pangan dengan menyediakan sumber protein hewani dan sayuran segar yang sehat dan berkualitas tinggi.

BACA JUGA :  Opini Anak Muda Soal Pilkada Serentak Tahun 2024

Implikasi Sosial Ekonomi
Selain manfaat lingkungan, akuaponik juga memiliki implikasi sosial ekonomi yang penting bagi Kalimantan Selatan. Dalam konteks ketahanan pangan, akuaponik dapat membantu meningkatkan produksi pangan lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor. Ini sangat relevan bagi Kalimantan Selatan yang menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya yang terus bertambah.

Akuaponik juga membuka peluang ekonomi baru bagi petani dan pengusaha. Dengan modal awal yang relatif rendah dan potensi keuntungan yang tinggi, akuaponik dapat menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan. Selain itu, sistem ini dapat diimplementasikan di berbagai skala, mulai dari unit rumah tangga hingga skala komersial, memberikan fleksibilitas bagi berbagai jenis pelaku usaha.

Dalam aspek pemberdayaan masyarakat, akuaponik dapat menjadi alat untuk pendidikan dan pelatihan. Melalui program-program pelatihan dan workshop, petani dan komunitas lokal dapat belajar tentang prinsip-prinsip dasar akuaponik dan cara mengimplementasikannya. Ini tidak hanya meningkatkan keterampilan teknis mereka tetapi juga memberikan kesadaran tentang pentingnya keberlanjutan dan konservasi sumber daya.

Studi Kasus dan Implementasi di Kalimantan Selatan
Beberapa studi kasus menunjukkan keberhasilan implementasi akuaponik di berbagai tempat. Misalnya, sebuah proyek di Desa Sungai Rasau, Kalimantan Selatan, berhasil meningkatkan produksi sayuran dan ikan lele secara signifikan dalam sistem akuaponik. Proyek ini, yang didukung oleh pemerintah lokal dan lembaga swadaya masyarakat, memberikan pelatihan dan dukungan teknis kepada petani, yang kemudian mengadopsi sistem ini dengan hasil yang memuaskan (Pebrianto, Haryanto, & Pratomo, 2021).

Di Desa Tatah Layap, program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pada tahun 2020 juga berhasil meningkatkan ketahanan pangan melalui budidaya ikan dalam ember (budikdamber) dan akuaponik. Program ini melibatkan pelatihan dan pendampingan selama tiga hari kepada kepala rumah tangga, yang kemudian mampu memanen kangkung setiap dua minggu dan ikan lele setiap dua bulan (Saputera & Aisyah, 2021).

BACA JUGA :  Fruit Sando, Sarapan Parktis, Enak dan Bergizi yang Viral

Kesimpulan
Pemanfaatan budidaya lele melalui akuaponik menawarkan solusi yang inovatif dan berkelanjutan untuk pertanian modern di Kalimantan Selatan. Dengan menggabungkan akuakultur dan hidroponik dalam satu sistem terpadu, akuaponik dapat membantu meningkatkan produksi pangan, mengurangi dampak lingkungan, dan memberikan manfaat sosial ekonomi yang signifikan.

Penyuluh pertanian memainkan peran kunci dalam mendukung adopsi teknologi ini. Melalui pendidikan, pelatihan, dan dukungan teknis, mereka dapat membantu petani mengatasi tantangan dan memaksimalkan potensi sistem akuaponik. Dengan demikian, akuaponik dapat menjadi alat yang efektif dalam mencapai ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan di Kalimantan Selatan.

Sebagai refleksi akhir, penting bagi kita untuk terus mengeksplorasi dan mengembangkan metode akuaponik yang inovatif dan ramah lingkungan. Dengan demikian, kita dapat memberikan kontribusi nyata bagi keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat global. Akuaponik bukan hanya sebuah teknologi, tetapi sebuah langkah maju menuju pertanian yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.

Referensi
1. Brooke, N. (2023). Using a Catfish Aquaponics System. Diakses dari artikel asli.
2. Rakocy, J. E., Masser, M. P., & Losordo, T. M. (2006). Recirculating Aquaculture Tank Production Systems: Aquaponics—Integrating Fish and Plant Culture. SRAC Publication No. 454.
3. Pebrianto, A., Haryanto, R., & Pratomo, A. (2021). Diseminasi Sistem Akuaponik sebagai Salah Satu Solusi Ketahanan Pangan di Masa Pandemi COVID-19. PRO SEJAHTERA, Volume 3.
4. Saputera, M. M. A., & Aisyah, N. (2021). Program Bina Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat untuk Pemanfaatan Budidaya Ikan dalam Ember dan Akuaponik Era COVID-19. Jurnal Bakti Untuk Negeri, Volume 1, Nomor 1.
5. Marlida, R., & Ramadhana, S. (2023). Pelatihan Budikdamber sebagai Bentuk Ketahanan Pangan Keluarga dalam Mencegah Stunting di Desa Tatah Layap Kabupaten Banjar. JURNAL ABDIMAS: INSPIRASI, Volume 1, Nomor 2.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.