Rembug Utama dan Pameran KTNA Nasional 2024: Menyulam Masa Depan Pertanian Berkelanjutan

oleh -
oleh
Rembug Utama dan Pameran KTNA Nasional 2024: Menyulam Masa Depan Pertanian Berkelanjutan 1

Oleh: Hj.Nurhikmah, SST., M.Kes., FISQua

Di bawah langit cerah Tabanan, Bali, pada tanggal 26-29 Juli 2024, gema sorak sorai petani dan nelayan dari seluruh penjuru Nusantara bersatu dalam perayaan akbar yang tak hanya sekadar ulang tahun ke-53 KTNA, tetapi juga menandai babak baru dalam sejarah agrikultur Indonesia. Acara bertema KTNA Agro Expo 2024 ini tidak hanya menjadi panggung keberhasilan bidang pertanian, perikanan, kehutanan, dan agrowisata, tetapi juga wadah untuk berdiskusi, belajar, dan berinovasi.

Seperti hamparan padi yang bergoyang tertiup angin, para peserta mengalir dalam irama kegiatan yang penuh makna. Mereka tak hanya hadir untuk merayakan, tetapi juga untuk merenungi dan merumuskan langkah ke depan. Dalam rembug utama KTNA nasional, suara-suara petani dan nelayan yang sehari-harinya mungkin tersembunyi di balik gemuruh alam, kini bergema lantang, menyuarakan aspirasi dan harapan mereka.

Menurut Chambers (1997), partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan lokal adalah kunci menuju pembangunan yang berkelanjutan. Namun, kerap kali pertemuan semacam ini hanya menjadi ajang formalitas tanpa tindak lanjut yang nyata. Maka dari itu, dibutuhkan komitmen dan mekanisme yang memastikan setiap rekomendasi dan gagasan tidak menguap begitu saja, melainkan diwujudkan dalam kebijakan yang konkret.

Expo dan Inovasi

Di arena expo KTNA nasional, berbagai inovasi dan teknologi terbaru dipamerkan. Expo ini ibarat ladang pengetahuan yang siap dipanen oleh para petani dan nelayan. Mereka belajar tentang teknologi baru yang bisa meningkatkan hasil pertanian dan perikanan mereka, serta cara-cara baru untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Rogers (2003) dalam teorinya tentang difusi inovasi, menekankan bahwa adopsi teknologi sangat dipengaruhi oleh kemudahan akses dan pemahaman.

BACA JUGA :  Sistem Pemilu akan Diubah lagi?

Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana pengetahuan yang didapatkan dari expo ini bisa diterapkan di lapangan. Perlu adanya pendampingan yang terus-menerus agar para petani dan nelayan tidak hanya sekadar tahu, tetapi juga mampu menerapkan teknologi tersebut dalam praktik sehari-hari mereka.

Studi Banding: Melintasi Batas

Studi banding membawa para petani dan nelayan melintasi batas geografis dan budaya untuk belajar dari praktik terbaik di daerah lain. Mereka tidak hanya mengamati, tetapi juga menyerap dan membawa pulang pengetahuan baru yang bisa diadaptasi dalam konteks lokal mereka. Bandura (1977) menyatakan bahwa pembelajaran efektif terjadi ketika individu dapat mengamati dan meniru perilaku sukses.

Namun, tantangan tetap ada. Setiap daerah memiliki karakteristik dan kondisi unik yang mungkin berbeda dengan daerah asal peserta studi banding. Oleh karena itu, adaptasi lokal menjadi kunci agar pengetahuan yang diperoleh tidak hanya menjadi angan-angan, tetapi juga bisa diterapkan dengan efektif di lapangan.

Menyikapi Tantangan dan Mencari Solusi

Di balik semaraknya KTNA Agro Expo 2024, masih terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh para petani dan nelayan. Akses terhadap teknologi dan informasi yang masih terbatas menjadi salah satu hambatan utama. FAO (2017) menyoroti bahwa di negara berkembang, salah satu kendala terbesar dalam pembangunan pertanian adalah kurangnya akses terhadap teknologi modern dan informasi pasar.

Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan juga menjadi masalah yang signifikan. Menurut laporan BPS (2022), mayoritas petani di Indonesia hanya memiliki pendidikan setingkat sekolah dasar. Kondisi ini membuat mereka kesulitan untuk mengadopsi teknologi baru dan meningkatkan produktivitas mereka.

Perubahan iklim dan degradasi lingkungan juga menjadi ancaman serius. Perubahan pola cuaca yang tidak menentu dan frekuensi bencana alam yang meningkat berdampak negatif terhadap produksi pertanian dan perikanan. IPCC (2014) menyebutkan bahwa sektor pertanian adalah salah satu sektor yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.

BACA JUGA :  Gunakan Metode Tatap Muka Polsek Jelai Selalu Ingatkan Warganya Terapkan Patuhi Prokes

Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan

Guna mengatasi berbagai tantangan tersebut, diperlukan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan. Pertama, peningkatan akses terhadap teknologi dan informasi harus menjadi prioritas. Pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi untuk menyediakan layanan konsultasi dan pelatihan yang mudah diakses oleh para petani dan nelayan.

Kedua, peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan bagi para petani dan nelayan juga sangat penting. Program pendidikan dan pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal dapat membantu meningkatkan kapasitas mereka dalam mengadopsi teknologi baru dan meningkatkan produktivitas.

Ketiga, strategi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dan degradasi lingkungan perlu dikembangkan dan diimplementasikan dengan serius. Pemerintah dan lembaga terkait harus berkolaborasi untuk mengembangkan strategi yang dapat membantu para petani dan nelayan mengatasi dampak perubahan iklim.

Penutup

Pelaksanaan Rembug Utama dan Pameran Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional 2024 merupakan langkah penting dalam upaya memajukan sektor pertanian dan perikanan di Indonesia. Namun, untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan, diperlukan komitmen dan usaha yang lebih besar dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi. Dengan peningkatan akses terhadap teknologi dan informasi, peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan, serta upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, masa depan pertanian dan perikanan Indonesia dapat tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.

Referensi

1. Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
2. Chambers, R. (1997). Whose Reality Counts? Putting the First Last. London: Intermediate Technology Publications.
3. FAO. (2017). The State of Food and Agriculture. Rome: Food and Agriculture Organization.
4. IPCC. (2014). Climate Change 2014: Impacts, Adaptation, and Vulnerability. Cambridge: Cambridge University Press.
5. Rogers, E. M. (2003). Diffusion of Innovations (5th ed.). New York: Free Press.
6. BPS. (2022). Statistik Pertanian Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

BACA JUGA :  Ekspedisi Alam Himba, Melihat Keindahan Alam Liar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.