Palangka Raya (Dayak News) – Setelah peninjauan ke lokasi lahan Kelompok Tani Lewu Taheta, di Kelurahan Sebaru, Kecamatan Sebangau, Kota Palangka Raya, Selasa (22/8) pagi, diyakini bahwa posisi lahan Kelompok Tani Lewu Taheta tidak masuk Kelurahan Kelampangan.
Hal itu dibenarkan oleh dua orang perwakilan Kelompok Tani Lewu Taheta itu, yaitu Bapak Parno dan H. Dasimin yang ditemui Dayak News.
Mereka menyebut bahwa keberadaan Surat Pernyataan Tanah (SPT) yang mereka pegang sekarang diberikan oleh pihak Kelurahan Sebaru, Kecamatan Sebangau, yang ditandatangani oleh Lurah Sebaru karena mereka telah mengolah lahan yang tadinya milik negara sejak tahun 2018. Tidak ada orang lain yang mengerjakan lahan di situ sebelumnya, kata mereka. Sedangkan ketika mereka mengurus SPT lahan mereka itu tidak dipungut biaya apapun oleh pihak Kelurahan Sebaru. Meskipun ada uang transpor saja untuk petugas pencatatan (registrasi) datang sekedarnya. Bukan dibebankan biaya pembuatan SPT. “Tidak ada seperti itu, jika dibayar,” ujar Parno.
Mengemuka dalam penelusuran bahwa batas wilayah antara kelurahan yang berlaku di sini. Karena menurut aturan sesuai dengan Peraturan Daerah No 1 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palangka Raya Tahun 2019-2039 dan Keputusan Walikota Palangka Raya Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Penetapan tapal batas dan luas wilayah Kecamatan dan Kelurahan, disebut oleh Matius SE, Kasi Pem Kelurahan Sebaru, memang lahan Kelompok Tani Lewu Taheta berada di wilayah kelurahannya.

Hal itu disampaikannya, di kantornya Rabu (16/8) lalu. Matius menunjukkan peta tata batas antara Kelurahan Sebaru dan Kelurahan Kalampangan berdasarkan peraturan di atas.
Sehingga dari sini patut diduga telah terjadi kesalahan pihak tertentu yang menggugat lahan Kelompok Tani Lewu Taheta yang terjadi.

Karena seperti yang diberitakan oleh Dayak News beberapa waktu lalu, menurut Kuasa Pengurusan atas Kelompok Tani Lewu Taheta, yaitu Ketua LSM Kalteng Watch, Ir. Men Gumpul Cilan, bahwa sangat sulit diterima akal, untuk mengukur ulang ataupun pengembalian batas atas suatu SPT lahan yang tidak menyajikan titik-titik koordinat berdasarkan Global Positioning System (GPS) sedangkan hal itu tidak ada tercantum dalam SPT. Lalu apa yang ingin dibuktikan, tanya Men Gumpul, waktu itu.
Jadi, diulangi lagi di sini, bahwa tindakan penolakan aparat Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Palangka Raya yang disertai oleh staf Badan Pertanahan Nasional (BPN) waktu itu, dianggap oleh Men Gumpul sebagai suatu kekeliruan identifikasi masalah. Sebab jika mengacu aturan tata batas antara Kelurahan di Kota Palangka Raya, maka lahan seluas sekitar 150 hektar milik Kelompok Tani Lewu Taheta itu memang berada di Kelurahan Sebaru bukan di Kelurahan Kalampangan. Ini menyangkut siapa yang berhak mengurus SPT lahan sesuai lokasi di mana lahan itu berada. (CPS)