Kutai Barat, (Dayak News) – Batu Apoy (Batu Kapur) yang keberadaan nya di RT 14 Kampung Intu Linggu, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat (Kubar) beberapa hari terakhir ini viral karena disebut situs bersejarah oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Pernyataan sejumlah oknum ini telah menimbulkan opini publik, hingga membuat geram masyarakat adat Kampung Intu Lingau. Maka oleh itu, para ahli waris kawasan batu apoy dan tokoh masyarakat adat setempat angkat bicara untuk membantah terkait isu yang beredar.

Isu subyektif yang tengah beredar akhirnya membuat masyarakat adat Kampung Intu Lingau, angkat bicara. Hal ini disebabkan cerita yang dilontarkan sejumlah oknum, menyebutkan telah terjadi pengerusakan situs bersejarah dan hutan lindung di wilayah tersebut.
Sinar (54) salah satu ahli waris kawasan batu apoy mengatakan bahwa situs tersebut tidak benar adanya. Dan kawasan itu berstatus hutan adat di Kampung Intu Lingau, bukan hutan lindung seperti yg diceritakan oknum yang tidak bertanggung jawab sebelumnya, Jumat,(5/72024) kepada awak media.

Ia juga memaparkan, bahwa masyarakat hukum adat merupakan subjek dari hak ulayat yang mendiami suatu wilayah tertentu, dan hutan adalah salah satu sumber kehidupannya yang merupakan objek dari hak ulayat.
“Hutan adat adalah hutan desa yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat, hak ulayat merupakan hak yang melekat sebagai kompetisi yang khas pada masyarakat, berupa wewenang, kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku ke dalam maupun keluarkeluar,” ucap Sinar.
“Bahkan sudah dari jaman nenek moyang kami, hutan adat ini kami kelola untuk berkebun/berladang, bercocok tanam dan lainnya. Jadi tidak ada statusnya masuk hutan lindung,” tambahnya.
Didalam hal ini, Sinar sangat menyayangkan ulah oknum yang menuding para ahli waris kawasan batu apoy melakukan aktivitas yang dikatakan merusak situs bersejarah.
“Situs yang menjadi sorotan publik itu, hanya sebuah batu gamping atau batu kapur, yang disebut atau dalam bahasa masyarakat setempat yaitu Batu Apoy,” pungkas Sinar.
Hal senada juga diungkapkan, Midi (64) salah satu perwakilan Lembaga Adat Kecamatan Nyuatan, sedari dulu dikawasan hutan adat Intu Lingau memang banyak ditemukan bongkahan batu kapur yang besar besar.
“Ini bisa kita lihat dengan jelas, dan hal tersebut terjadi karena erupsi atau proses alam, sehingga bebatuan kapur ini terbentuk sedemikian rupa. Maka itulah kenapa kawasan ini disebut Batu Apoy. Kemudian batu kapur seperti itu diklaim sebagai situs bersejarah, maka ada ratusan batu serupa bisa kita temui yang tersebar hampir di seluruh area kawasan ini,” tegasnya.
Selanjutnya, Midi yang juga ahli waris kawasan batu apoy juga membantah bahwa kawasan itu disebut situs bersejarah suku Dayak yang disebut Tinok Meramai. Apalagi kawasan hutan milik nenek moyangnya itu yang dikelola untuk berladang, berkebun dan bercocok tanam, disebut kawasan hutan lindung.
“Jika ingin pembuktian, kami punya surat-suratnya dan kami memang ahli waris kawasan batu apoy,” terang Midi.
Sebagai tokoh masyarakat adat serta ahli waris yang dituakan oleh warga setempat, Midi mengaku pihaknya sangat mengerti situs bersejarah.
“Jika benar itu situs bersejarah dan masuk dalam kawasan hutan lindung, tidak mungkin warga sekarang maupun terdahulu tidak akan merembah kawasan hutan tersebut,” bebernya.
“Kami juga tahu, kami tidak mungkin berani menebang kayu, berladang dan bertani di situ, apabila itu situs bersejarah. Di mana di dalam hutan itu terdapat pohon buah warisan leluhur yang merupakan warisan dari orang tua kami terdahulu. Jadi bohong kalau itu adalah situs sejarah dan kawasan hutan lindung,” pungkas Midi(JHY).