Strategi Manajemen Risiko RS Sentosa Bogor dalam Mewujudkan Fasilitas Kesehatan yang Aman dan Bebas Tuberkulosis

oleh -
oleh
Strategi Manajemen Risiko RS Sentosa Bogor dalam Mewujudkan Fasilitas Kesehatan yang Aman dan Bebas Tuberkulosis 1
DR. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns, M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA (PP LAFKI)

Oleh: DR. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns, M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA (PP LAFKI)

Pendahuluan

Dalam upaya menapak jejak menuju Indonesia yang lebih sehat dan aman, manajemen risiko di fasilitas kesehatan menjadi pilar utama. Pada 10 Agustus 2024, dua seminar penting akan digelar oleh RS Sentosa dan LAFKI, masing-masing membahas tema krusial tentang pengendalian Tuberkulosis (TBC) dan peningkatan keselamatan pasien melalui manajemen risiko klinis. Kedua seminar ini menegaskan kembali urgensi penerapan manajemen risiko yang efektif untuk mengatasi tantangan kesehatan di Indonesia.

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia, menghadapi tantangan besar dalam pengendalian penyakit ini. World Health Organization (WHO) mencatat bahwa pengendalian TBC di Indonesia memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai aspek kehidupan, mulai dari kebijakan kesehatan hingga partisipasi masyarakat. Dalam hal ini, manajemen risiko di fasilitas kesehatan berperan penting untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran TBC, serta meningkatkan keselamatan pasien secara keseluruhan.

Seminar RS Sentosa: Menuju Indonesia Bebas TBC melalui Manajemen Risiko di Fasilitas Kesehatan

Seminar yang diselenggarakan oleh RS Sentosa bertajuk “Menuju Indonesia Bebas TBC melalui Manajemen Risiko di Fasilitas Kesehatan” menyoroti langkah-langkah strategis yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Brigjen TNI (Purn) dr. Alexander K. Ginting, Sp.P(K), FCCP, salah satu narasumber utama, menggarisbawahi pentingnya penerapan protokol ketat dalam pengelolaan risiko infeksi TBC di rumah sakit. dr. Abraham Michael, Pg.Dipl (H.M) FISQua, FIHFAA, juga menambahkan bahwa edukasi dan pelatihan bagi tenaga kesehatan adalah kunci untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan dalam menangani kasus TBC dengan baik.

Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien melalui Manajemen Risiko Klinis

Di sisi lain, seminar yang diadakan oleh LAFKI berjudul “Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di Fasyankes melalui Manajemen Risiko Klinis” menghadirkan narasumber seperti Dr. dr. Hervita Diatri, SpKJ(K) dan Dr. Bambang Tutuko, SpAn KIC, yang mendiskusikan pendekatan klinis dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko. Dalam seminar ini, dr. Friedrich M. Rumintjap, Sp.OG (K), MARS, FISQua, FRSPH, FIHFAA, mengemukakan bahwa implementasi manajemen risiko klinis tidak hanya meningkatkan keselamatan pasien tetapi juga memperbaiki kualitas pelayanan secara keseluruhan.

Menguak Akar Permasalahan dan Solusi Strategis

Analisis kritis terhadap kedua seminar ini mengungkap beberapa akar permasalahan yang perlu diatasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya manajemen risiko di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat umum. Pendidikan dan pelatihan yang terus-menerus harus menjadi prioritas untuk membangun budaya keselamatan yang kokoh di setiap fasilitas kesehatan.

Selain itu, integrasi teknologi dalam manajemen risiko juga menjadi faktor penentu keberhasilan. Penggunaan sistem informasi kesehatan yang canggih dapat membantu dalam pemantauan dan evaluasi risiko secara real-time, memungkinkan respons yang cepat dan tepat terhadap situasi darurat. Kolaborasi lintas sektor, termasuk antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan komunitas, juga sangat penting untuk menciptakan ekosistem kesehatan yang komprehensif dan berkelanjutan.

Implementasi dan Rekomendasi

Implementasi strategi manajemen risiko yang efektif memerlukan pendekatan yang terstruktur dan sistematis. Fasilitas kesehatan harus mengembangkan kebijakan dan prosedur yang jelas, mengadakan pelatihan reguler bagi staf, serta melakukan audit dan evaluasi berkala untuk memastikan kepatuhan dan efektivitas. Pengembangan program edukasi untuk pasien dan keluarga mereka juga sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif dalam pengendalian TBC dan keselamatan pasien.

BACA JUGA :  Mengejar Waktu: Kisah DNA, Kehidupan, dan Cinta di Antara Laju Penuaan

Penutup

Melalui penerapan manajemen risiko yang tepat, fasilitas kesehatan di Indonesia dapat mencapai peningkatan mutu pelayanan dan pengendalian TBC yang lebih efektif. Seminar-seminar yang diselenggarakan oleh RS Sentosa dan LAFKI merupakan langkah penting menuju transformasi kesehatan yang lebih baik. Dengan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, Indonesia dapat mewujudkan visi menjadi negara dengan fasilitas kesehatan yang aman dan bebas TBC.

Referensi

1. World Health Organization. (2023). Global Tuberculosis Report 2023. WHO Press.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2024). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis. Kemenkes RI.
3. Alexander, K. G., & Michael, A. (2024). Seminar RS Sentosa: Menuju Indonesia Bebas TBC melalui Manajemen Risiko di Fasilitas Kesehatan.
4. Hervita, D., & Tutuko, B. (2024). Seminar LAFKI: Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di Fasyankes melalui Manajemen Risiko Klinis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.