Oleh : Christian Sidenden (Redaktur Senior Dayak News)
Tidak sedikit pihak yang meraba-raba membaca apa yang sedang dilakukan Presiden Prabowo Subianto dengan “kemah militer” di kawasan Akademi Militer Magelang. Apakah Indonesia ingin diajak masuk gaya militerisme?
Prabowo dengan agak sedikit “grogi” menyebut hal-hal ini, saat menjamu tamu-tamu negara, pada jamuan makan kenegaraan, 20 Oktober lalu di Istana Merdeka. Ia menyebut dua hal, kedamaian dan kemakmuran bagi seluruh dunia.
Ungkapan itu tentu merupakan signal pertama dari sang presiden kepada dunia di sekitarnya. Indonesia mengutamakan perdamaian dan kerjasama ekonomi yang lebih erat.
Dua hari setelah itu, Menteri Luar Negeri Sugiono, 23 Oktober langsung berangkat menghadiri KTT BRICS di Kazan Rusia. Indonesia terus dirayu untuk mau masuk ke blok ekonomi tandingan dari G-7 yang didominasi AS dan sekutu Eropa dan Jepang itu.
Prabowo tak bisa mengelak untuk menerima pinangan Rusia dan Tiongkok untuk masuk ke BRICS. Banyak hal menarik ditawarkan di situ, seperti salah satunya, melakukan dedolarisasi, meninggalkan mata uang perdagangan Dolar AS.
Kemudian sejurus dengan itu, awal November 2024 nanti Indonesia masih menghadapi hadir di KTT negara-negara APEC (Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik) di Peru. Sebagai regional yang paling berkembang di dunia, tentu saja beberapa negara ASEAN yang menjadi anggota APEC, termasuk Indonesia sangat penting dan diperhitungkan.
Persoalan krisis energi dan rantai pasok pangan dunia, telah dialami dunia, sejak meletusnya Perang Rusia-Ukraina. Begitu pula krisis Gaza Palestina masih menambah kerawanan hal-hal itu ke depan.
Sementara program kerja unggulan rezim Prabowo-Gibran adalah yang berkaitan erat dengan pangan bagi rakyat. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) harus sukses di tahun pertama.
Nampaknya, memang urusan kerjasama ekonomi dengan luar negeri akan menyita waktu banyak Prabowo ke depan. Sementara dengan “gemuknya” Kabinet Merah-Putih Prabowo akan mengusahakan perbaikan di sana-sini dengan kemandirian pangan di dalam negeri. Jika tidak mandiri pangan, saat terjadi ketidak-amanan global, maka akan sulit memperoleh pangan impor. Ini sangat krusial bagi Indonesia dengan 280 juta penduduknya.
Karena itulah mengapa kerjasama bilateral dengan dua negara Australia dan Selandia Baru, sebagai eksportir daging dan susu sangat penting di mata seorang Prabowo. Kedua negara surplus dalam dunia peternakan tetapi juga memerlukan Indonesia tetap stabil di dalam negeri dan menjadi stabilisator bagi kawasan Asia Tenggara. Ketidak-amanan di kawasan pintu masuk bagi Australia dan Selandia Baru, tentu akan sangat berimbas pada keduanya.
Prabowo membawa menteri-menterinya ke Magelang itu adalah bagian dari “soft diplomacy” untuk dilihat oleh negara-negara kawasan, bahwa di dalam negeri sang presiden sedang mengkonsolidasi politik dalam negeri. Sudah tentu kekuatan militer negara ini yang harus koperatif. Itulah sebabnya mengapa bahasa politik signal itu seperti “senang main tentara-tentara-an”. Bagi yang tak memahami diplomasi halus, tentu akan mudah melihatnya dangkal seperti itu.
Setelah itu, kaki ketiga dari Prabowo masih bertumpu pada kekuatan efek Jokowi, yang meskipun sudah purna tugas, tetapi para pengagum Jokowi dan Gibran juga tidak dapat ditepis. Hal itu sangat berpengaruh, khususnya di dunia maya, di medsos. Setiap “serangan” pada kebijakan Prabowo-Gibran pasti akan dicegat oleh pasukan komunikasi udara ini. Itulah nilai strategisnya.
Hingga enam bulan ke depan, langkah-langkah kaki Prabowo harus terus menyinergikan ketiga gerak kaki ini. Memberikan terus signal pada pihak luar negeri, pers dan persepsi publik bagaimana prospek periode pertama dari rezim pemerintahan ini. (*)