Kuala Kurun, 17/7/2020 (Dayak News). Membakar lahan sebelum ditanami komoditi pertanian memang merupakan kearifan lokal dibanyak daerah di Indonesia, khusus di kalangan masyarakat suku Dayak.
Hal ini terutama dilakukan oleh para petani tradisional yang memiliki lahan tidak begitu luas, antara dua sampai empat hektar, lahan hanya dengan cara ini menjadi bagus untuk ditanami dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Pembakaran membuat tanah lebih subur dalam waktu cepat. Akar kayu, daun-daun, ranting pohon yang dibakar menjadi abu dan arang penyubur lahan. Permukaan tanah juga jadi bersih sehingga memudahkan untuk ditanami berbagai komoditi pertanian atau perkebunan.
Salah satu contoh yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gunung Mas (Gumas) Kalimantan Tengah (Kalteng), membakar lahan hutan milik warga Bainovski seluas 0,5 H dengan cara kearifan lokal terletak di Linau KM. 16 Kuala Kurun.
“Bupati Gumas Jaya Samaya Monong mengatakan, para petani disini mempersiapkan lahan untuk berkebun atau berladang. Kegiatan hari ini membakar ladang secara terkendali dalam bahasa dayaknya manusul tana,” ujarnya, Kamis (16/7/2020).
Pada hari ini kami bersama-sama menyaksikan bagaimana proses tatacaranya mempersiapkan lahan untuk membakar ladang, sehingga apinya tidak menjalar ke lahan sekitarnya, yang dimulai pukul 15.00 WIB sampai pukul 15.30 WIB, ini merupakan model yang dibuat untuk percontohan di Kabupaten Gumas sesuai dengan harapan masyarakat melalui Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Gumas.

Bupati menerangkan, untuk warga masyarakat Kabupaten Gumas saat ini tunggu dulu membakar lahan. Sambil menunggu payung hukum karena beberapa waktu lalu sudah dibuat Perdanya sesuai kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dengan DPRD.
Apabila Perdanya keluar ke Kabupaten/Kota, itu yang menjadi dasar tindaklanjuti untuk Perbup, dan setelah itu baru disosialisaikan kepada masyarakat Kabupaten Gumas untuk berladang dalam melestarikan kearifan lokal.
Hari ini, hanya contoh yang kita buat dan perlu saya garis bawahi “Setelah kegiatan simulasi perdana ini tahan dulu membakar lahan. Ini menjadi dasar laporan Pemkab dan Polres ke Polda Kalteng. Ini lho kearifan lokal, jangan salah persepi dan jangan salah informasi,” jelas Bupati.
Kalau yang namanya ladang, tebas tebang dulu. Kalau bahasa dayak mandirik maneweng. Butuh waktu cukup lama, kalau tidak ada tebas tebang langsung dibakar itu namanya ada unsur kesengajaan membakar lahan.
“Silahkan proses secara hukum, kalau seperti yang kita lakukan ini kelihatan bekas tebas tebangnya, cara membakarnya ada pembatas-pembatasnya, ini kearifan lokal yang perlu diketahui,” terang Jaya S Monong juga Ketua DAD Gumas.
Kapolres Gumas AKBP Rudi Asriman, mengungkapkan membakar ladang atau lahan seperti ini kita sepakat untuk melihat role model. Pihak K
kepolisian ingin mengetahui seperti apasih kearifan lokal berladang yang benar. Tidak merusak lingkungan sehingga bisa dikendalikan.
Dengan luas satu hektar itu bisa kita melihat sendiri dalam waktu setengah jam saja bisa dikendalikan tanpa kita melakukan pemadaman dan segala macamnya. Bagaimana masyarakat melakukan luasan satu hektar, berapa orang harus menjaga, siapa yang bertanggung jawab. Teknis ini yang kita sepakati bersama-sama.
Sehingga tidak ada lagi saling salah menyalahkan baik dari Pemerintah Dearah, intinya saling bekerja sama membantu. (AI/BBU).