SINTANG, 21/11/19 (Dayak News). Pengadilan Negeri Sintang menggelar sidang perdana kasus kebakaran hutan yang melibatkan 6 orang peladang yang diajukan sebagai tersangka pembakar lahan. Dalam memerikan rasa simpatiknya kepada para tersangka seminggu terakhir, masyarakat Sintang menggelar beberapa aksi kemanusiaan seperti aksi unjuk rasa ke gedung DPRD Sintang dan pengumpulan donasi.
Hal itu dikatakan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Yohanes Rumpak dari fraksi PDI Perjuangan kepada wartawan (21/11).
Ia mengatakan, dirinya mendukung agar para peladang untuk dapat bebas murni dari tuduhan yang tuduhkan kepada mereka. Dimana dalam memeriksa perkara 6 peladang diharapkan Majelis Hakim menggali nilai-nilai kearifan lokal masyarakat .
Dimana pada perkara itu sebagaimana yang diatur pada Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, dimana hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dan hukum harus memberikan keadilan kepada masyarakat.
Dikatakan demikian karena berladang pada masyarakat adat di Kalbar bukan hanya dipahami sebagai sebuah rutinitas penopang kehidupan ekonomi semata. Tetapi juga merupakan bagian dari budaya yang merupakan kearifan lokal masyarakat Dayak yang telah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu.
Dalam prakteknya perladangan memperhatikan fungsi ekologis, ekonomis dan mitologis. Dimana dari sisi ekologis memulai perladangan dengan suatu sistem perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Sistem seperti ini tentu berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan, misalnya tidak mengerjakan ladang pada lahan yang kadar gambutnya tinggi. Seperti mitologis dalam berladang harus mendengar petunjuk alam seperti suara burung, arah angin dan dilaksanakan secara adat.
Secara ekonomis jelas berladang merupakan pohon utama untuk ketahanan pangan keluarga karena ladang selain ditanami padi juga ditanami entimun, sawi uma, bayam uma, terong, ubi dan sayur mayur lainnya. Selain itu sistem perladangan bukan perusak lingkungan sehingga diperlukan perlakuan khusus kepada para peladang bergilir.
Dimana sesuai dengan penjelasan pasal 69 ayat (2) UU nomor 32 tahun 2009 dimana kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.[SOS/BBU].