Pulang Pisau (Dayak News) – Keberadaan situs-situs cagar budaya dan tetap hidupnya tradisi masyarakat suku Dayak, merupakan tanggung jawab bersama semua elemen masyarakat dan pemerintah.
Dengan perkembangan pembangunan, investasi perkebunan dan oleh aktifitas masyarakat, terdapat kepedulian untuk tetap menjaga dan memelihara situs-situs cagar budaya tersebut. Supaya tidak hilang tertelan oleh zaman yang berubah.

Salah satu dari model yang ditawarkan untuk tujuan itu adalah dengan mengubah status desa dari desa pada umumnya, menjadi desa adat. Keberadaan desa adat dimaksud adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah dengan kewenangan mengatur dan mengurus pemerintahan, termasuk keperluannya berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu dari desa yang sedang dipersiapkan dan direncanakan untuk mengubah statusnya menjadi desa adat adalah Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau.
Pada hari Kamis (20/10), bertempat di Betang Buntoi, diadakan kegiatan Pumpung Hai’ (rapat musyawarah untuk mufakat), antara seluruh elemen masyarakat disaksikan oleh perangkat pemerintahan daerah dan juga dihadiri oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) dapil Kalteng, Dr. Agustin Teras Narang SH.
Pada kesempatan itu, Teras Narang memberikan pengantar dan penjelasan kepada warga yang berkumpul akan arti dan manfaat bagi rencana pengubahan status Buntoi menjadi desa adat.
Dikatakannya, karena kita menghormati dan mengakui nilai-nilai demokrasi luhur, untuk mendengarkan dan saling bertukar pikiran dalam penentuan diusulkannya pengubahan status desa. Harus dengan persetujuan bersama seluruh warga desa. Itulah yang dituju dalam kegiatan Pumpung Hai’ hari ini.
Setelah beberapa tanya jawab dengan warga desa, pada akhirnya, seluruh warga setuju untuk meneruskan usulan pengubahan status desa adat ini, untuk diajukan kepada pemerintah daerah/provinsi/pusat dan lembaga legislatif. Pengubahan dari desa biasa menjadi desa adat akan mengubah peraturan perundang-undangan pula.
Kegiatan Pumpung Hai’ ini turut difasilitasi oleh Yayasan Borneo Institute (BIT), yang telah menampung saran, pendapat dan pandangan masyarakat sekian waktu lamanya. Sehingga masyarakat juga dipersiapkan dalam mengadakan acara musyawarah untuk mufakat ini dengan kemandirian dan daya upaya mereka sendiri. Bukan atas dasar keinginan dari pihak-pihak lainya. (CPS)