UU MASYARAKAT ADAT PERLU DIPERKUAT

oleh -
oleh
UU MASYARAKAT ADAT PERLU DIPERKUAT 1

Palangka Raya,12/9/2020 (Dayak News). Diskusi secara virtual melalui aplikasi zoom yang diadakan oleh komunitas Utus Itah, Sabtu malam (12/9/2020), sangat dinamis.

Acara ini mengambil tema menyoroti RUU masyarakat adat, kepemimpinan daerah yang ramah lingkungan dan anti korupsi.

Tampil sebagai pembicara utama, Dr. A. Teras Narang, SH. anggota DPD-RI, dengan penanggap Ir. Sipet Hermanto, mantan Kadis Kehutanan dan Dr. R. Yando Zakaria dari pengamat sosial masyarakat adat dari Yogyakarta.

Teras Narang memantik diskusi dengan mengetengahkan pentingnya pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat adat berdasarkan bunyi dari UUD RI 1945 pasal 18B ayat (2).

Masyarakat adat Dayak secara khusus dalam sorotan Teras Narang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam (hutan) mereka harus diberikan pengakuan secara legal formal dan sepanjang itu diakui ada dan memang dipertahankan, harus dilindungi dan diberdayakan.

Hal ini ditanggapi oleh Sipet Hermanto sebagai birokrat yang menguasai aspek legalitas perhutanan sosial. UU Nomor 41 tahun 1999 pasal 1 memberikan ruang yang cukup di mana negara melalui instansi teknis bagi diberinya status hukum dari hutan adat di suatu daerah.

UU MASYARAKAT ADAT PERLU DIPERKUAT 2

Demikian pula melalui amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 35/PUU-X/2012 telah menegaskan bahwa Hutan Adat itu bukan bagian kewenangan dari Negara untuk dikelola sepenuhnya oleh masyarakat adat.

Hanya saja memang diperlukan suatu assessment atau bantuan dari pemerintah daerah untuk mengusulkan penunjukan di mana saja terdapat kawasan adat atau yang disakralkan oleh masyarakat di suatu daerah.

Untuk daerah Kalteng sendiri, masih menurut Sipet lagi, dianggap ada tempat-tempat sakral yang tidak bisa diganggu oleh kepentingan penggarapan. Istilah-istilah seperti Pahewan, Kaleka dan Tajahan itu merupakan kawasan khusus hak dari masyarakat adat Dayak.

BACA JUGA :  BERSAMA POL-PP KOTA PALANGKA RAYA, TIM VIRTUAL POLICE BIDHUMAS POLDA KALTENG TURUNKAN SPANDUK ILEGAL TIDAK PERCAYA COVID-19

Sementara Yando Zakaria sebagai penanggap menilai perlunya kesadaran dari pemerintah bahwa terdapat perbedaan vertikal antara masyarakat adat yang tinggal di perkotaan dengan masyarakat adat yang masih hidup dalam situasi dan kondisi terasing di pedalaman.

Yando menyebut mereka yang masih bergantung pada alamnya ini, tidak memahami aspek legalitas karena tidak menerima pendidikan formal. Masyarakat adat di perkotaan seperti kita, kata Yando memang mengerti peraturan perundang-undangan. Tapi mereka yang ada di hutan tentu mana mengerti dengan soal peraturan seperti itu.

Sehingga semestinya RUU Masyarakat Adat yang sedang dibahas di DPR-RI saat ini harus memahami perbedaan vertikal semacam ini. Harus diberikan aturan dalam pasal tersendiri tentang pengakuan adanya hutan adat milik dari masyarakat adat tanpa harus ribet dengan soal pengajuan atau usulan. (CPS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.