Bangkalan (Dayak News) – Efek samping obat atau yang dikenal dengan istilah adverse drug reaction (ADR) masih menjadi persoalan serius yang kerap disepelekan oleh masyarakat. Data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan bahwa kasus ADR masih sering ditemukan, khususnya akibat penggunaan obat jangka panjang tanpa pengawasan tenaga kesehatan.
Salah satu contoh yang paling umum terjadi adalah penggunaan antibiotik tanpa resep dokter. Banyak masyarakat yang mengonsumsi antibiotik secara mandiri, tanpa mengetahui dosis yang tepat dan durasi penggunaan yang sesuai. Hal ini dapat menyebabkan resistensi antibiotik, di mana bakteri menjadi kebal terhadap pengobatan sehingga menurunkan efektivitas terapi di masa depan.
“Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya membaca informasi obat dan berkonsultasi dengan apoteker masih rendah. Padahal, setiap obat memiliki potensi efek samping yang berbeda-beda tergantung pada kondisi kesehatan individu,” jelas seorang praktisi farmasi di Bangkalan.
Selain antibiotik, penggunaan obat pereda nyeri dan obat tidur juga sering menimbulkan efek samping apabila digunakan secara berlebihan atau terus-menerus. Beberapa efek samping yang umum terjadi antara lain gangguan pencernaan, kerusakan hati, hingga gangguan fungsi ginjal.
Organisasi profesi seperti Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) terus mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya memahami efek samping obat serta peran apoteker dalam memastikan penggunaan obat yang aman dan tepat. Informasi lebih lanjut seputar edukasi dan kegiatan farmasi dapat diakses melalui pafipcbangkalan.org.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap efek samping obat, diharapkan angka kejadian ADR dapat ditekan dan kualitas hidup pasien menjadi lebih baik. Masyarakat juga diimbau untuk tidak ragu berkonsultasi dengan apoteker atau tenaga kesehatan sebelum memutuskan mengonsumsi obat, terutama untuk pengobatan jangka panjang. (Ist)