Sepakbola Indonesia Pasca Tragedi Malang

oleh -
oleh
Sepakbola Indonesia Pasca Tragedi Malang 1

Oleh : Christian Sidenden

Sepakbola Indonesia Pasca Tragedi Malang 2
Christian Sidenden

Dayak News – Saya merasakan duka sekaligus geram atas berita Kerusuhan Suporter Arema di Stadion Kanjuruhan, Malang, malam (2/10) kemarin. Betapa tidak, kejadian yang memilukan ini telah merenggut korban jiwa 127 orang dalam satu kali laga. Sepakbola adalah olahraga yang paling digemari di seluruh dunia, sekaligus juga paling banyak merenggut nyawa manusia.

Saya tidak tertarik untuk membahas apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan itu. Sebab saat ini para petinggi olahraga dan juga pengurus Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) sedang menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi di sana. Oleh karena itu saya lebih tertarik untuk menerawang nasib sepakbola negeri kita akibat kejadian tragis seperti ini.

Tragedi sepak bola akibat “pitch invasion,” lalu polisi yang menembakkan gas air mata bukan kali pertama. Di dunia, dalam sejarah, ada tiga kejadian besar selain di Kanjuruhan Malang baru-baru. Tragedi Estadio Nacional. Ini adalah tragedi paling kelam dalam sejarah sepak bola dunia.

Terjadi pada 24 Mei 1964, dalam pertandingan Peru versus Argentina. Peristiwa ini memakan korban meninggal 328 jiwa dan 500 lainnya luka-luka.

Tragedi yang kedua terjadi di Ghana Afrika pada 5 Mei 2001 dalam pertandingan Hearts of Oak vs Asante Kotoko. Polisi menggunakan gas air mata dalam upaya untuk mengendalikan massa, tetapi ini menciptakan kepanikan massal dan menyebabkan penyerbuan. Korban mencapai 126 orang tewas.

Filosofi sepakbola itu menurut Anggaran Dasar berdirinya organisasi FIFA adalah pada pasal 5 (1) menyatakan bahwa sepakbola harus mengusung semangat persahabatan dalam semua level pertandingan.

Sehingga karena statuta atau bunyi anggaran dasar seperti itu akan berarti sepakbola sangat terlarang untuk menyebabkan korban meninggal dunia karena dukung mendukung tim-tim yang bertanding.

BACA JUGA :  BERTAHAN ATAU MENYERANG

Sebagai organisasi non politik FIFA sejak berdiri 21 Mei 1904 di Perancis, tidak memperkenankan adanya intervensi politik negara dalam sepakbola. Ini tegas diatur dalam bagian lain statuta organisasi ini. Sepakbola itu harus mempromosikan perdamaian dan persahabatan di atas segalanya. Itulah sebabnya, FIFA pernah membekukan sejumlah negara yang menjadi anggotanya karena terlibat politisasi dalam sepakbola.

Karena sterilnya FIFA dari intervensi negara-negara anggotanya, maka hukuman atas setiap pelanggaran dari anggaran dasar organisasi ini sangat tegas dan keras, tidak bisa diintervensi oleh pendekatan politik apapun. Mungkin ini satu-satunya yang berlaku dalam organisasi keolahragaan di dunia.

Setelah tragedi mengenaskan di Malang ini, kita hanya bisa pasrah dengan sanksi yang akan dijatuhkan oleh FIFA di mana PSSI kita bergabung menjadi anggotanya. Hukuman terberat sejauh ini yang pernah diberikan organisasi ini atas kelalaian dalam mengelola liga profesional, adalah sanksi dilarang mengikuti kompetisi di level internasional sekian tahun. Brunei Darussalam saja oleh karena kesalahan melanggar statuta FIFA dalam keterlibatan negara mempengaruhi liga dijatuhi hukuman 2 (dua) tahun absen dalam turnamen dan kompetisi benua dan internasional.

Lalu, kita mengira-ngira setelah penyelidikan FIFA atas tragedi Kanjuruhan Malang, berapakah nilai tahun negeri kita menerima hukuman? Saya membayangkan angka 5 (lima) tahun itu paling mungkin diberikan FIFA kepada Indonesia. Dengan hukuman itu, artinya kita tidak bisa lagi mengikuti semua kompetisi dan turnamen di tingkat nasional, regional dan internasional selama lima tahun. Itu artinya bencana yang memukul sejumlah aktifitas berkaitan olahraga sepakbola di negeri ini. Tidak ada liga profesional yang bergulir dan sepakbola nasional kita akan berjalan tanpa pengakuan dunia internasional. Segalanya menjadi kabur dan tidak ada capaian yang bisa ditargetkan. Inilah ibarat kiamat artinya bagi persepakbolaan nasional kita.

BACA JUGA :  SEMPAT TERTUNDA AKIBAT BANJIR, KEJUARAAN SEPAK BOLA KEMBALI DIGELAR

Jangan bermimpi lagi untuk masuk dalam even-even regional Asia dan dunia, karena kita akan absen untuk bertanding selama lima tahun ke depan. Itu artinya hingga kualifikasi Piala Dunia 2026 kita tidak bisa mengikutinya. Inilah yang kita harus ambil hikmahnya.

Tragedi Kanjuruhan Malang harus menjadi pelajaran penting bagi pengembangan persepakbolaan nasional kita. Bahwa tidak selamanya sepakbola itu hanya melulu mengurus teknis sepakbolanya saja. Jauh lebih penting untuk juga mempersiapkan mental dan sikap suporter pendukung tim yang harus juga turut menjaga situasi kondusif bagi menikmati tontonan sepakbola yang bermartabat dan menghibur. Bukan hanya soal menerima hasil kalah dan menang saja. (Christian Sidenden, redaktur Dayak News dan pengamat sepakbola nasional)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.