Kuala Pembuang (Dayak News) – Pemerintah Kabupaten Seruyan merespons konferensi pers yang diselenggarakan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk WALHI Kalimantan Tengah, Progress, Save Our Borneo, dan lainnya, pada tanggal 13 November 2024, yang mengangkat tema “Sertifikasi RSPO Yurisdiksi di Kabupaten Seruyan, untuk Siapa?”.
Dalam rilis resminya yang diterima media ini Jumat (22/11/23), Pemkab Seruyan menyampaikan penjelasan terkait pendekatan yurisdiksi yang diterapkan, upaya mencegah greenwashing, serta langkah penyelesaian konflik yang sedang dilakukan.
Pendekatan Yurisdiksi: Komitmen Menuju Keberlanjutan
Pendekatan yurisdiksi di Kabupaten Seruyan telah dirintis sejak 2015 dengan tujuan menciptakan kondisi pemungkin bagi transformasi sektor kelapa sawit menuju keberlanjutan. Pemkab Seruyan mengadaptasi pendekatan ini sesuai dengan kerangka aturan nasional dan prinsip RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).
Dalam implementasinya, pendekatan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pelaku usaha, organisasi masyarakat sipil, dan petani kelapa sawit. Sejumlah organisasi seperti HCV Network, Forest Peoples Programme (FPP), dan Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (YMKL) turut serta dalam proses multipihak ini.
“Pendekatan yurisdiksi dilakukan secara bertahap, memastikan setiap pihak memenuhi persyaratan yang ditetapkan sebelum menjalani proses sertifikasi,” ujar Pemkab Seruyan dalam rilis resminya.
Mencegah Greenwashing
Isu greenwashing menjadi salah satu perhatian utama dalam proses ini. Pemkab Seruyan menegaskan, tahap sertifikasi hanya akan dilakukan setelah seluruh regulasi pendukung telah disiapkan dan Entitas Yurisdiksi dapat beroperasi penuh.
Hingga saat ini, Kabupaten Seruyan baru mencapai tahap kedua dari empat tahapan yang dirancang, yaitu:
- Pernyataan komitmen keberlanjutan.
- Penyiapan infrastruktur kelembagaan dan regulasi pendukung.
- Implementasi aturan dan prinsip sertifikasi.
- Audit dan sertifikasi.
Beberapa regulasi penting yang telah ditetapkan antara lain Perda tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat serta berbagai Peraturan Bupati terkait penanganan konflik dan rencana aksi kelapa sawit berkelanjutan.
“Proses bertahap ini dirancang untuk mencegah praktik greenwashing sekaligus menciptakan sistem yang memungkinkan pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan secara sistemik,” jelas Pemkab Seruyan.
Penyelesaian Konflik: Kerja Bersama yang Berkelanjutan
Penyelesaian konflik menjadi salah satu pilar pendekatan yurisdiksi ini. Pemkab Seruyan menjelaskan bahwa sejumlah kasus konflik telah dimediasi, meskipun beberapa masih dalam tahap identifikasi.
“Penyelesaian konflik membutuhkan waktu, biaya, dan sumber daya manusia yang tidak sedikit. Kami mengundang semua pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, untuk berkontribusi dalam Kelompok Kerja Sertifikasi Yurisdiksi guna mencari solusi bersama,” ujar pernyataan tersebut.
Pemkab Seruyan juga menegaskan pentingnya dialog multipihak untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul, sekaligus menyatakan keterbukaan terhadap kritik dan masukan yang membangun.
Komitmen Menuju Keberlanjutan
Sebagai salah satu kabupaten perintis pendekatan yurisdiksi di Indonesia, Pemkab Seruyan menyadari bahwa proses menuju kelapa sawit berkelanjutan bukanlah hal yang mudah.
“Kami yakin tidak ada model penyelesaian yang sempurna. Namun, melalui pendekatan yurisdiksi ini, kami berharap dapat melibatkan semua pihak untuk menciptakan perubahan yang lebih baik,” tutup Pemkab Seruyan.
Dengan langkah-langkah ini, Kabupaten Seruyan berharap dapat mewujudkan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, adil, dan inklusif bagi semua pihak. (PR)