Puruk Cahu, 12/3/2020 (Dayak News). Sungguh beda perlakuan hukum terhadap keariban lokal peladang tradisional di Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Tengah (Kalteng).
Pengadilan Negeri (PN) Sintang, Kalbar sangat menghargai dan menghormati keariban lokal suku Dayak yang dilakukan secara turun temurun membuka ladang dengan cara membakar dengan hamparan maksimal 2 hektar.
Hal itu dibuktikan dengan ketuk palu vonis bebas bagi enam peladang yang diancam tuntutan pidana oleh Jaksa Penuntut Umun (JPU).
Keputusan itu tidak dilirik sebagai yurisprudensi dimata hukun JPU Kejari Murunt Raya (Mura). JPU tetap tidak bergeming pada tuntuntan semula 3 Tahun Penjara dan denda Rp 3 Milyar Subsidair 1 bulan untuk petani peladang dari Desa Juking Pajang, Kecamatan Murung, Kabulaten Mura An Saprudin alias Sapur.
Hal ini terungkap dari persidangan singkat di PN Muara Teweh,Kabupaten Barito Utara (Barut), Kamis (12/3/2020).Dalam sidang jawaban JPU atas Nota Pembelaan/Pledoi PH Saprudin alias Sapur , Jubendri, SH, dari Tim PH terdakwa usai sidang mengatakan, jawaban jaksa kukuh tuntutan dan sama dengan pasal dakwaan yang disangkakan penyidik Polres Mura saat dilakukan Penangkapan Saprudin alias Sapur bulan september 2019 tahun lalu.
Perwakilan DAD Mura, DAD Barito Utara, DAD Provibsi Kalteng dan elemen ormas dikedua Kabupaten tetangga tersebut turut menghadiri persidangan memberikan dukungan moral kepada Saprudin agar tetap kuat walaupun kondisi fisiknya lemah dan raut wajah terlihat sangat tua padahal baru 61 tahun.
Bertho K.Kondrat dari DAD Mura mengaku prihatin melihat kondisi fisik Saprudin. “Saya pernah memohon majelis hakim memberikan tahanan kota saat dihadirkan jadi saksi dalam persidangan,” kata Bertho.
Hini buram atau cerahnya nasib Saprudin sepenuhnya ada di tangan hakim PN Muara Teweh. Sidang dilanjutkan tgl 30 Maret 2020, kata Cipto ketua Majelis Hakim di PN Muara Teweh, mengetuk palu menutup sidang (BKK/BBU)