Palangka Raya (Dayak News) – Perkembangan ekonomi syariah dan sekaligus perkembangan dunia usaha yang didukung pendanaan secara online meningkat dengan pesat.
Kita mengenal kini adanya istilah Financial Technology (Fintech) yang menjadi pendorong atau imboost pendanaan yang dilakukan secara daring atau online. Kecanggihan teknologi telekomunikasi melalui digitalisasi dan gawai sangat membantu hal itu.
Begitu pula dalam soal pembiayaan yang bersifat Islami atau syariah, kini juga sudah sangat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi ini. Saat ini telah ada Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) yang menjadi organisasi dari pendanaan syariah yang legal dan dilindungi oleh penjaminan yang layak secara kaidah hukum pemodalan Islami.
Salah satu daya tarik ekonomi syariah adalah tiadanya unsur riba (bunga), maisir (perjudian/untung-untungan) dan garar (ketidakpastian) dalam berbagai aktivitasnya.
Meski demikian, sistem ini harus memiliki badan independen untuk mengawasi operasional dan praktik lembaga keuangan syariah.
Pengawasan diperlukan agar lembaga tersebut tetap konsisten dan berpegang teguh kepada prinsip syariah. Badan tersebut dinamakan sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agustus 2020, di Indonesia terdapat 157 usaha Fintech di Indonesia dengan aset total sebesar Rp3,12 triliun. Dari itu ada 11 Fintech Syariah dengan aset total Rp64,91 miliar.
Penyaluran pembiayaan dalam kurun waktu yang sama oleh keseluruhan Fintech di Indonesia telah mencapai Rp121,87 triliun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 122,74 persen per tahun.
Dengan melihat data seperti itu memang nyata perkembangan Fintech Syariah di Indonesia akan semakin mencuat ke depan. Meskipun harus diakui etika pembiayaan syariah ini masih harus lebih disosialisasikan kepada masyarakat secara umum dan pelaku bisnis secara khusus.
Hal-hal seperti ini telah menjadi bahan diskusi yang diadakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalimantan Tengah, dalam webinar Solusi Pembiayaan Usaha Melalui Fintech Syariah, dengan aplikasi zoom, Selasa (27/7) siang. Kepala Perwakilan BI Kalteng, Rihando dalam sambutannya menyebutkan hal-hal penting seperti saat ini sudah dikalibrasi oleh OJK per Mei 2021, bahwa Fintech Syariah di Indonesia (9 lembaga) telah menyalurkan ke 38.700.815 penerima pinjaman sebesar Rp13,16 triliun. Sementara pinjaman yang bersifat produktif dari itu senilai Rp6,99 triliun atau 53,15 persennya.

Bank Indonesia menjadi penggagas kegiatan literasi digital webinar ini dalam kaitan sedang diadakannya Festival Ekonomi Syariah (FESSyariah) Fintech di kawasan Timur Indonesia (Kalimantan, Sulawesi, Bali Nusa Tenggara, Maluku dan Papua) yang berlangsung dari tanggal 27 Juli hingga 3 Agustus nanti.
Sebagai pembahas atas bidang pelaku finansial syariah adalah Ronald Yusuf Wijaya dari Bandung. Sementara pembicara lain dari pengamat ekonomi Fintech Syariah pada Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) yaitu Muhammad Muflih, yaitu Ketua Komite Advokasi Hukum dan Etika Bisnis Syariah.
Ronald menyebut dalam paparannya, saat ini Indonesia dianggap sebagai negara keempat terbesar dalam pengembangan pembiayaan Fintech Syariah secara global.
Perkembangan yang menggembirakan dari Fintech Syariah ini oleh Muhammad Muflih memang harus dibarengi pula dengan tertanamnya etika bisnis yang betul-betul Islami. Sebab dibalik keuntungan pembiayaan syariah yang berwawasan sadaqah, infaq dan zakat itu juga perlu dilengkapi dengan infrastruktur etika yang kuat.
Jangan sampai nilai-nilai syariah justru oleh karena adanya pelaku pembiayaan yang tidak paham nilai-nilai syariah malah justru akan menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat secara umum. (CPS)