Oleh. Dr. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns., M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA
Dayak News – Tahun Baru Islam atau 1 Muharram selalu menjadi momen yang penuh makna bagi umat Muslim di seluruh dunia. Tidak hanya sekadar perayaan kalender, tetapi juga sebagai waktu untuk introspeksi diri, evaluasi, dan hijrah menuju kebaikan. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna mendalam dari Tahun Baru Islam dengan menyoroti berbagai perspektif dan teori, serta mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari, termasuk dari perspektif ilmu administrasi dan filsafat, serta relevansinya dalam era disrupsi.
Pendahuluan
Tahun Baru Islam 1446 Hijriah diwarnai dengan perbedaan penetapan awal bulan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. NU menetapkan 1 Muharam pada 8 Juli 2024, sementara Muhammadiyah dan pemerintah menetapkan pada 7 Juli 2024 (Wahyudi, 2024). Perbedaan ini tidak seharusnya dilihat sebagai sumber perpecahan, tetapi sebagai cerminan keberagaman dalam memahami dan menerapkan ilmu astronomi dalam as[pek keagamaan.
Evaluasi Diri: Sebuah Pandangan Historis dan Spiritual
Menurut Hamdan Rasyid, Ketua MUI DKI Jakarta, 1 Muharam adalah momen tepat untuk evaluasi diri dan hijrah menuju kebaikan (Arnaz, Hamidah, & Helga, 2013). Muharram berasal dari kata yang berarti diharamkan atau dipantang, menunjukkan bahwa bulan ini adalah bulan damai bagi seluruh umat. Sebagai bulan pertama dalam kalender Islam, Muharram juga menandai keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya.
Teori Hijrah dalam Aspek Kontemporer
Hijrah, yang secara harfiah berarti migrasi atau berpindah tempat, memiliki makna yang lebih dalam dalam aspek spiritual dan modern. Menurut teori hijrah dalam studi Islam, hijrah tidak hanya tentang perpindahan fisik tetapi juga transformasi spiritual dan moral (Esposito, 2016). Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah, yang menandai awal dari era baru dalam sejarah Islam. Hijrah ini mengajarkan kita untuk selalu berupaya memperbaiki diri dan lingkungan sekitar kita.
Makna Hijrah dalam Era Disrupsi
Dalam era disrupsi ini, hijrah dapat dimaknai sebagai transformasi mindset dan adaptasi terhadap perubahan yang cepat. Filsuf seperti Heraklitus yang mengatakan, “Panta Rhei” atau “semuanya mengalir”, mengajarkan bahwa perubahan adalah satu-satunya yang konstan dalam kehidupan (Heraklitus, 535-475 SM). Dalam aspek ini, hijrah berarti berpindah dari pola pikir statis ke dinamis, dari resistensi terhadap perubahan ke penerimaan dan adaptasi.
Perubahan Mindset
Hijrah dalam era kekinian dapat diartikan sebagai perubahan mindset. Dalam dunia yang terus berubah, kemampuan untuk berpikir secara fleksibel dan adaptif menjadi sangat penting. Mindset berkembang, seperti yang diungkapkan oleh Carol Dweck, adalah kemampuan untuk melihat tantangan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang (Dweck, 2006). Ini adalah bentuk hijrah mental yang mendorong individu untuk terus berkembang dan mencapai potensi maksimal mereka.
Adaptasi dalam Era Disrupsi
Era disrupsi, ditandai dengan perubahan teknologi yang cepat, menuntut individu dan organisasi untuk terus beradaptasi. Hijrah dalam aspek ini bisa diartikan sebagai transformasi digital dan inovasi. Menurut Clayton Christensen, disrupsi adalah proses di mana perusahaan kecil dengan sumber daya terbatas berhasil menantang perusahaan besar yang mapan (Christensen, 1997). Hijrah berarti mengadopsi teknologi baru, berpindah dari model bisnis konvensional ke yang lebih inovatif, dan selalu siap menghadapi perubahan.
Refleksi Diri: Perspektif Psikologi
Dalam aspek psikologi, refleksi diri adalah proses di mana individu mengevaluasi dan menilai tindakan, perasaan, dan pikiran mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep introspeksi dalam psikologi, yang dikembangkan oleh Wilhelm Wundt dan Edward Titchener (Schultz & Schultz, 2016). Introspeksi adalah alat penting untuk memahami diri sendiri dan memperbaiki kualitas hidup. Dalam aspek Tahun Baru Islam, refleksi diri dapat menjadi sarana untuk mengevaluasi kehidupan spiritual dan moral kita, serta membuat rencana untuk perbaikan di masa depan.
Nilai Sosial dan Solidaritas
Tahun Baru Islam juga merupakan waktu untuk memperkokoh ukhuwah Islamiah atau persaudaraan. Ini penting untuk menghindari perpecahan dan perbedaan pemahaman sesama umat Muslim. Kedatangan bulan Muharram menandai kebahagiaan bagi kaum dhuafa, di mana umat Muslim disunnahkan untuk memperbanyak sedekah dan menyantuni anak yatim (Arnaz, Hamidah, & Helga, 2013). Solidaritas sosial ini mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial dan kesejahteraan yang diajarkan oleh Islam.
Implementasi dalam Kehidupan Profesional
Nilai-nilai spiritual dari Tahun Baru Islam dapat diintegrasikan dalam kehidupan profesional, khususnya dalam bidang kesehatan. Integrasi nilai-nilai spiritual dalam praktik profesional dapat memperkuat komitmen para profesional kesehatan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dan aman. Dengan semangat hijrah, profesional kesehatan dapat terus memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas pelayanan. Menurut teori etika profesional, integritas dan komitmen terhadap pelayanan berkualitas adalah kunci untuk mencapai kepercayaan dan penghargaan dari masyarakat (Beauchamp & Childress, 2019).
Perspektif Ilmu Administrasi
Dari sudut pandang ilmu administrasi, Tahun Baru Islam sebagai momentum evaluasi diri dan hijrah menuju kebaikan dapat dihubungkan dengan konsep administrasi yang efektif dan efisien. Administrasi yang baik melibatkan proses evaluasi dan perbaikan berkelanjutan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam aspek ini, hijrah dapat dilihat sebagai transformasi organisasi menuju sistem yang lebih baik.
Transformasi Organisasi
Transformasi organisasi adalah proses perubahan yang sistematis untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi. Menurut teori perubahan organisasi, perubahan yang berhasil memerlukan perencanaan yang matang, implementasi yang efektif, dan evaluasi yang berkelanjutan (Kotter, 1996). Tahun Baru Islam, dengan semangat hijrah, dapat menjadi inspirasi untuk memulai proses transformasi ini dalam organisasi, baik itu di sektor publik maupun swasta.
Manajemen Berbasis Nilai
Dalam administrasi, manajemen berbasis nilai adalah pendekatan yang menekankan pentingnya nilai-nilai etis dan moral dalam pengambilan keputusan. Nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, dan komitmen terhadap pelayanan berkualitas sangat relevan dalam aspek Tahun Baru Islam. Implementasi manajemen berbasis nilai dapat membantu organisasi mencapai tujuan jangka panjang dan membangun kepercayaan dengan pemangku kepentingan (Drucker, 1954).
Evaluasi dan Perbaikan Berkelanjutan
Evaluasi dan perbaikan berkelanjutan adalah prinsip dasar dalam administrasi yang efektif. Dalam aspek Tahun Baru Islam, refleksi diri dan evaluasi tahunan dapat diterapkan sebagai bagian dari proses administrasi untuk mengevaluasi kinerja organisasi dan merencanakan perbaikan di masa depan. Menurut teori manajemen kualitas total (TQM), evaluasi berkelanjutan adalah kunci untuk mencapai peningkatan kinerja yang berkelanjutan (Deming, 1986).
Menegakkan Kebenaran dan Memberantas Kebathilan
Hamdan Rasyid menekankan bahwa menegakkan kebenaran dan memberantas kebathilan adalah spirit utama peringatan satu Muharram. Kemenangan melawan kebathilan tidak pernah terwujud tanpa usaha serius dari manusia (Arnaz, Hamidah, & Helga, 2013). Ini sejalan dengan konsep etika dalam filsafat, yang menyatakan bahwa kebenaran dan keadilan adalah pilar utama dalam mencapai kehidupan yang baik dan bermakna (Kant, 1785).
Perbedaan sebagai Kekayaan Keilmuan
Perbedaan dalam penetapan awal bulan Hijriah antara NU dan Muhammadiyah menunjukkan keberagaman dalam pendekatan ilmiah dan teologis. NU menggunakan metode rukyat dengan mengamati hilal setiap awal bulan Hijriah, sementara Muhammadiyah menggunakan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) yang menggabungkan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia (Wahyudi, 2024). Menurut teori pluralisme dalam agama, keberagaman ini memperkaya pemahaman dan praktik keagamaan kita (Smith, 1982).
Kriteria Imkan Rukyat dan Qath’iy Rukyat
NU menggunakan metode rukyat untuk menentukan awal bulan Hijriah. Pada 6 Juli 2024, hilal tidak terlihat di 19 lokasi pengamatan, sehingga NU menetapkan 1 Muharam jatuh pada 8 Juli 2024. Ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan bahwa jika hilal tidak terlihat, umur bulan disempurnakan menjadi 30 hari. Di sisi lain, Muhammadiyah mengadopsi KHGT yang menggunakan kriteria imkan rukyat dengan menggabungkan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia (Wahyudi, 2024).
Hijrah sebagai Metafora Transformasi
Hijrah dalam aspek modern dapat dilihat sebagai metafora untuk transformasi pribadi dan sosial. Ini bukan hanya tentang perpindahan fisik tetapi juga tentang perubahan mental dan emosional menuju kondisi yang lebih baik. Dalam psikologi, transformasi ini sering disebut sebagai ‘self-actualization’ atau aktualisasi diri, yang merupakan puncak dari hierarki kebutuhan Maslow (Maslow, 1943). Hijrah mengajarkan kita untuk terus berkembang dan mencapai potensi penuh kita sebagai manusia.
Mengintegrasikan Nilai Spiritual dalam Praktik Profesional
Nilai-nilai spiritual yang diajarkan oleh Islam, seperti kejujuran, integritas, dan komitmen terhadap kebaikan, dapat diintegrasikan dalam kehidupan profesional. Dalam aspek pelayanan kesehatan, ini berarti memberikan pelayanan yang berkualitas dan aman, serta berusaha untuk selalu memperbaiki diri. Teori etika profesional menekankan bahwa integritas dan komitmen terhadap pelayanan berkualitas adalah kunci untuk mencapai kepercayaan dan penghargaan dari masyarakat (Beauchamp & Childress, 2019).
Kebersamaan dan Persatuan
Kebersamaan dan persatuan adalah nilai utama dalam Islam. Tahun Baru Islam adalah momen untuk memperkuat persatuan dan solidaritas di antara umat Muslim. Perbedaan dalam penetapan awal bulan Hijriah tidak seharusnya menjadi sumber perpecahan, tetapi sebagai kesempatan untuk belajar dan memahami keberagaman dalam praktik keagamaan. Ini sejalan dengan teori pluralisme dalam agama, yang menyatakan bahwa keberagaman memperkaya pemahaman dan praktik keagamaan kita (Smith, 1982).
Refleksi dan Implikasi
Tahun Baru Islam adalah momen untuk refleksi dan evaluasi diri. Ini adalah waktu untuk merenungkan kehidupan kita, mengevaluasi tindakan dan keputusan kita, dan membuat rencana untuk perbaikan di masa depan. Dalam aspek kesehatan, ini berarti mengevaluasi praktik profesional kita, mencari cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan, dan berusaha untuk selalu memberikan yang terbaik bagi pasien.
Menurut teori refleksi dalam pendidikan, refleksi adalah proses penting dalam pembelajaran dan pengembangan profesional. Refleksi memungkinkan kita untuk memahami pengalaman kita, belajar dari kesalahan, dan menemukan cara baru untuk meningkatkan praktik kita (Schon, 1983). Dalam aspek Tahun Baru Islam, refleksi ini dapat membantu kita untuk menjadi individu yang lebih baik dan profesional yang lebih kompeten.
Penutup: Makna Hidup dan Cinta
Tahun Baru Islam adalah momen yang penuh makna dan cinta. Ini adalah waktu untuk memperbaiki diri, memperkuat hubungan dengan sesama, dan merayakan keberagaman dalam praktik keagamaan. Dengan semangat hijrah, kita diajak untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Dalam aspek pelayanan kesehatan, ini berarti memberikan pelayanan yang berkualitas dan aman, serta berusaha untuk selalu memperbaiki diri.
Dalam kehidupan ini, kita selalu dihadapkan pada pilihan dan tantangan. Tahun Baru Islam mengajarkan kita untuk selalu memilih jalan kebaikan, memperbaiki diri, dan memberikan yang terbaik bagi orang lain. Dengan semangat hijrah, kita dapat mencapai kehidupan yang lebih bermakna dan penuh cinta. Selamat Tahun Baru, 1 Syawal 1446 Hijriyah.
Referensi
1. Arnaz, Hamidah, & Helga. (2013). Tahun Baru Islam momentum evaluasi diri. ANTARA News. Diakses dari https://www.antaranews.com
2. Beauchamp, T. L., & Childress, J. F. (2019). Principles of biomedical ethics. Oxford University Press.
3. Christensen, C. M. (1997). The Innovator’s Dilemma: When New Technologies Cause Great Firms to Fail. Harvard Business Review Press.
4. Deming, W. E. (1986). Out of the Crisis. MIT Press.
5. Drucker, P. F. (1954). The Practice of Management. Harper & Row.
6. Dweck, C. S. (2006). Mindset: The New Psychology of Success. Random House.
7. Esposito, J. L. (2016). The Oxford Dictionary of Islam. Oxford University Press.
8. Heraklitus. (535-475 SM). Fragmen. Dikutip dalam “Ancient Philosophy: A New History of Western Philosophy” oleh Anthony Kenny. Oxford University Press.
9. Kant, I. (1785). Groundwork for the Metaphysics of Morals. Cambridge University Press.
10. Kotter, J. P. (1996). Leading Change. Harvard Business School Press.
11. Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370-396.
12. Schon, D. A. (1983). The Reflective Practitioner: How Professionals Think in Action. Basic Books.
13. Schultz, D. P., & Schultz, S. E. (2016). Theories of Personality. Cengage Learning.
14. Smith, H. (1982). The World’s Religions. HarperOne.
15. Wahyudi, M. Z. (2024). Tahun Baru Islam 1446/2024: NU Tetapkan Berbeda, Muhammadiyah Tinggalkan ‘Wujudul Hilal’. Kompas Media Nusantara. Diakses dari https://www.kompas.com