Palangka Raya (Dayak News) – Adanya usulan atau wacana penghapusan posisi Gubernur belakangan ini mesti dirujuk pada konstitusi dan prinsip ketatanegaraan negara. Tidak bisa hanya atas dasar pemikiran politik jangka pendek saja.
Hal itu dinyatakan oleh wakil Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) dari Kalteng, Senator Agustin Teras Narang, mantan Gubernur Kepala Daerah Kalteng periode 2005-2015, melalui laman FB miliknya, Kamis (2/2).
Dikatakan oleh Senator Teras, ia sangat tidak setuju pada usulan tersebut, melihat itu bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (4) UUDN RI Tahun 1945. Hal itu juga akan membuat pemerintah pusat makin sulit melakukan pengkoordinasian, pembinaan, dan pengawasan ke tingkat pemerintah daerah kabupaten dan kota. Gubernur menurutnya, adalah merupakan wakil pemerintah pusat di daerah.
Tidak berjalannya pengkoordinasian, pembinaan, serta pengawasan selama ini menurut hemat Teras, dikarenakan terjadinya ketidakberhasilan dari beberapa kementerian dan lembaga non kementerian melakukan tugas koordinasi dan pengarahan pada gubernur-gubernur itu. Terutama melakukan sinergitas, pembinaan, dan pengawasan, serta pengkoordinasian. Sehingga terkesan terjadi ketidakharmonisan atau ketidaksinergisan hubungan pusat dan daerah.
Teras menyampaikan keberatan terhadap usulan tersebut, bukan karena teori semata, tetapi karena saya mengalami dan menjalankannya selama 10 tahun, selaku Gubernur di provinsi Kalimantan Tengah dulu. Banyak kemajuan yang dikerjakan dalam menjalankan peran sebagai wakil pemerintah pusat di daerah tersebut. Banyak peningkatan yang kami peroleh. Semuanya itu tiada lain adalah dikarenakan terciptanya sinergitas, dan harmonisasi yang baik dengan pemerintah pusat, dengan pemerintah kabupaten dan kota, serta seluruh komponen masyarakat.
Usulan penghapusan posisi atau jabatan gubernur ini antara lain datang dari politisi pimpinan Parpol PKB Muhaimin Iskandar atau yang dikenal Cak Imin.
Kegagalan yang berakibat tidak adanya kemajuan daerah, atau adanya seolah-olah hambatan di provinsi, bukan karena adanya jabatan gubernur. Ini terjadi dikarenakan ketidakmampuan yang bersangkutan melakukan sinergi, kolaborasi, dan menciptakan kerja sama yang konstruktif dalam bingkai dan sistem pemerintahan NKRI. (CPS)