Kuala Kapuas, 16/9/2020 (Dayak News). Ary Egahni Benbrahim S Bahat yang kini anggota DPR RI Fraksi Nasdem Dapil Kalimantan Tengah (Kalteng), memang dikenal sebagai sosok yang sangat memperhatikan kehidupan masyarakat Dayak.
Ary yang juga merupakan anggota panitia kerja RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA) di badan legislasi DPR RI itu selalu menyuarakan agar hak-hak masyarakat Dayak bisa terpenuhi.
Salah satu yang lantang Ary suarakan adalah tata cara kearifan lokal masyarakat Dayak dalam berladang. Mereka, kata Ary, biasa membuka lahan sebagai tempat berladang dengan cara membakar.
Menurutnya, kebiasaan masyarakat adat Dayak tersebut sudah ada sejak zaman Indonesia belum merdeka.
Bupati Kapuas, Benbrahim S. Bahat yang kini sedang menghadapi pertarungan merebut simpati hati rakyat untuk bisa menjadi Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) periode 2021-2026 tampak jelas mendapat dukungan serius dari istrinya yang terlihat cantik dan cerdas ini.
Dalam percakapan Dayak News, Egahni menilai bahwa UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut perlu pengecualian.
Pada poin H dalam UU tersebut disebutkan, dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar.
“Kami itu punya namanya peladang tradisional. Saya perlu jelaskan bahwa orang Dayak sejak dahulu kala, sebelum Indonesia merdeka, sejak zaman penjajahan pun sudah punya kearifan lokal membuka lahan pertanian dengan membakar. Dan tidak pernah terjadi Karhutla,” ujar Ary.
Anggota Komisi III DPR RI ini mengungkapkan, para peladang lokal mempunyai teknik tersendiri dalam melakukan pembakaran untuk pembukaan lahan. Teknik tersebut, Kata Ery, tidak akan menimbulkan Karhutla.
“Satu bentuk budaya lokal orang Dayak asli. Mereka ketika membuka lahan ada ilmunya. Jadi melihat arah angin, mengawal lahan, dan sebagainya,” kata Ary.
“Jadi misalkan lahan yang akan dibuka luasnya 20 kali 30 meter persegi, hanya bagian itu yang terbakar, tidak lebih dari itu, apalagi sampai terjadi Karhutla, tidak akan mungkin terjadi,” tambahnya.
Perjuangan Ary yang cukup panjang akhirnya membuahkan hasil. Setelah ia lantang menyuarakan hak-hak masyarakat adat Dayak di depan Kapolri dan badan legislasi. Keluarlah payung hukum yang melindungi masyarakat adat Dayak.
“Kapolda Kalteng sudah memberikan keringanan bagi masyarakat adat untuk membuka lahan dengan cara dibakar. Para pemimpin di 13 kabupaten dan 1 kota juga akhirnya mengeluarkan perbup dan perwali yang melindungi masyarakat adat dalam membuka lahan secara tradisional,” ucap Ary.
“Doakan agar RUU MHA ini segera dapat dieksekusi menjadi UU MHA. Karena sudah selesai dalam pembahasan tingkat satu dan dua,” tambahnya.
Selain menyuarakan keadilan bagi para peladang tradisional masyarakat adat. Ary juga aktif menyuarakan kearifan lokal masyarakat adat Dayak seperti hak Ulayat dan hak atas tanah adat.(Rb/BBU).